
Pemerintah Alokasikan Anggaran Pendidikan Rp757,8 Triliun untuk Tahun 2026
Pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar Rp757,8 triliun untuk sektor pendidikan pada tahun 2026. Namun, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyampaikan kekecewaannya terhadap pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut gaji guru dan dosen masih minim. Menurut P2G, pernyataan tersebut dianggap sebagai tantangan bagi keuangan negara, sementara pemerintah masih memprioritaskan penggunaan anggaran untuk hal-hal lain selain peningkatan kesejahteraan guru.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, mengungkapkan bahwa seharusnya Kemenkeu tidak perlu mengambil 20 persen dari anggaran pendidikan. Alasannya, hal ini akan mengurangi alokasi yang seharusnya dialokasikan kepada guru dan dosen. Ia juga merasa heran dengan kebijakan pemerintah yang tetap menggunakan anggaran pendidikan, meskipun menganggap guru dan dosen sebagai beban negara.
Desakan P2G untuk Standar Upah Minimum Guru Non-ASN
P2G mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera merealisasikan janji-janjinya dalam Astacita untuk meningkatkan kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga pendidikan. Salah satu isu utama yang mereka tuntut adalah penetapan standar upah minimum guru non-ASN dan honorer. Menurut Kabid Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, janji ini sudah lama ditunggu-tunggu oleh para guru.
"Janji mewujudkan standar upah minimum guru non-ASN ini yang kami harapkan sejak awal. Pemerintah Prabowo melalui RAPBN 2026 harus segera menetapkan standar upah minimum tersebut jika ingin menunjukkan komitmennya," ujarnya.
Pemenuhan Hak Guru Belum Tercapai Secara Penuh
Hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan standar upah minimum untuk guru non-ASN, termasuk guru honorer. Hal ini menyebabkan kesejahteraan guru non-ASN, guru honorer, guru madrasah swasta, dan guru PAUD masih jauh di bawah upah minimum buruh.
Iman menegaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14 ayat 1 huruf a, guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum. Namun, insentif dan Bantuan Sosial Tunai (BSU) yang diberikan pemerintah dinilai tidak cukup. "Insentif Rp300 ribu per bulan bukanlah kado, tapi pemenuhan hak guru yang belum sepenuhnya terpenuhi," katanya.
Masih Banyak Guru Honorer dan Non-ASN Mendapat Upah Rendah
Masalah upah rendah masih menjadi isu utama yang dihadapi banyak guru honorer maupun non-ASN. Beberapa guru swasta, madrasah, hingga guru PAUD hanya digaji antara Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per bulan, jauh di bawah upah minimum regional.
Iman menekankan bahwa jika Presiden benar-benar ingin menyejahterakan guru, khususnya guru non-ASN, maka sudah semestinya Prabowo merealisasikan janji-janjinya dalam Astacita, yaitu penetapan standar upah minimum nasional untuk guru non-ASN.
Sorotan Terhadap Tata Kelola Sekolah yang Tumpang Tindih
Selain itu, P2G juga menyampaikan kekhawatiran terhadap tata kelola sekolah yang dinilai tumpang tindih antarkementerian dan lembaga. Fenomena pengunduran diri murid dan guru di Sekolah Rakyat disebut sebagai bukti lemahnya pengelolaan.
Menurut Iman, anggaran pendidikan 2026 yang mencapai Rp757 triliun belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan guru non-ASN maupun kualitas pendidikan dasar dan menengah. Masih ada 1,4 juta guru yang belum mendapat tunjangan profesi, sementara masalah literasi, numerasi, serta wajib belajar 13 tahun belum terselesaikan.
P2G juga mendesak pemerintah segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pendidikan dasar gratis. Mereka berharap langkah-langkah ini dapat segera diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan kesetaraan dalam pendidikan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!