
Perubahan Aturan TKDN untuk Mendorong Investasi dan Peningkatan Ekonomi
Pemerintah telah resmi melakukan perubahan terhadap tata cara penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan tujuan untuk menyederhanakan regulasi, meningkatkan investasi, serta mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin No 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan.
Meskipun Permenperin No 35/2025 sudah diterbitkan pada bulan September 2025, kebijakan ini akan berlaku secara bertahap setelah masa transisi selama tiga bulan, yaitu mulai Desember 2025. Regulasi ini mencakup sertifikasi TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP), yang bertujuan memberikan kepastian hukum, mendorong penggunaan produk dalam negeri, serta memberikan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia.
Salah satu poin penting dalam regulasi baru adalah pemberian insentif nilai TKDN minimal 25% dari nilai maksimum 40% jika pengusaha melakukan penambahan investasi baru kurang dari 50% dari total investasi asal dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, tidak ada insentif seperti ini dalam aturan sebelumnya.
Selain itu, pelaku usaha yang melakukan riset dan pengembangan (R&D) akan mendapatkan tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20%, serta nilai BMP yang lebih mudah dicapai karena terdapat 15 komponen pembentuk nilai BMP yang bisa dipilih. Kebijakan ini juga memudahkan pengusaha dalam menentukan TKDN melalui aspek kemampuan intelektual melalui litbang.
Dari sisi industri kecil, sebelumnya mereka hanya bisa mendapatkan nilai TKDN maksimal 40% dengan masa berlaku sertifikat selama tiga tahun. Namun, dengan metode terbaru, industri kecil akan lebih mudah mendapatkan nilai TKDN di atas 40% dengan masa berlaku sertifikat hingga lima tahun.
Pemerintah juga memberikan opsi kepada pengusaha untuk mencantumkan label TKDN pada produk, meski tidak wajib. Sementara itu, sertifikasi TKDN jasa industri kini dapat diajukan dengan perhitungan komponen biaya tenaga kerja, alat, dan jasa. Sebelumnya, tidak ada aturan tata cara pengajuan sertifikat TKDN jasa.
Proses Penghitungan TKDN dan BMP
Dalam Bab II Pasal 4 disebutkan bahwa penghitungan TKDN barang dilakukan dari bahan/material (75%), tenaga kerja langsung (10%), dan biaya tidak langsung pabrik (15%). Untuk jasa industri, penghitungan dilakukan berdasarkan perbandingan biaya jasa dalam negeri dengan total biaya. Sedangkan untuk gabungan barang dan jasa, penghitungan dilakukan berdasarkan proporsi masing-masing.
Selain itu, perusahaan yang memiliki aktivitas riset dan pengembangan (R&D/brainware) akan mendapatkan tambahan nilai TKDN. Sementara itu, penghitungan BMP meliputi faktor-faktor seperti penyerapan tenaga kerja, investasi baru, kemitraan rantai pasok, substitusi impor, penggunaan mesin lokal, lokasi produksi, penerapan Industri 4.0, SDM, kepemilikan merek, industri hijau, ekspor, sertifikasi, ESG, penghargaan, hingga kepatuhan laporan di SIINas. Nilai BMP maksimal adalah 15%.
Prosedur Sertifikasi dan Penegakan Hukum
Penerbitan sertifikat dilakukan oleh lembaga verifikasi independen (LVI) yang ditunjuk oleh menteri. Biaya sertifikasi ditanggung oleh pelaku usaha, kecuali untuk industri kecil yang bisa menggunakan mekanisme self-declare tanpa biaya. Sertifikat TKDN dan BMP berlaku selama lima tahun dan dapat diajukan ulang jika ada perubahan.
Pemerintah juga akan melakukan evaluasi berkala dan surveilans setiap lima tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Hasil evaluasi bisa berujung pada pencabutan sertifikat jika ditemukan pelanggaran. LVI atau pemilik sertifikat bisa dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, pencabutan sertifikat, hingga daftar hitam jika melanggar aturan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!