
Penjelasan KPU Wakatobi Mengenai Lolosnya Litao Sebagai Anggota DPRD
Setelah kasus yang menimpa La Ode Litao viral di media sosial, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Wakatobi memberikan penjelasan terkait alasan mengapa ia bisa lolos sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 2024-2029. Litao, yang sebelumnya menjadi buronan dalam kasus pembunuhan, berhasil terpilih meskipun statusnya masih DPO.
Ketua KPU Wakatobi, La Deni, menjelaskan bahwa Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bukanlah dokumen yang menjadi kewenangan KPU untuk diteliti. Menurutnya, syarat administrasi bagi bakal calon legislatif adalah surat pernyataan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dipidana, yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri.
"SKCK itu bukan wewenangnya kita untuk mengurus itu karena persyaratan administrasi bakal calon itu syaratnya itu tidak pernah dipidana yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri," ujar La Deni.
Ia juga menjelaskan bahwa proses verifikasi dilakukan oleh KPU terhadap dokumen tersebut. Setiap partai politik mengajukan berkas bakal calon, dan kemudian dilakukan penelitian hingga masa pengajuan dan penerimaan tanggapan dari masyarakat terhadap daftar calon sementara.
"Saat masukan dan tanggapan, tidak ada yang keberatan terhadap daftar calon sementara, kalau tidak salah 10 hari," ucap La Deni.
Litao diduga terlibat dalam kasus pembunuhan anak berusia 11 tahun bernama Wiranto pada 25 Oktober 2014. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Agustus 2015 melalui surat Nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025. Namun, Litao berhasil menghindar dari proses hukum hingga akhirnya terpilih sebagai anggota dewan pada Oktober 2024.
Salah satu faktor yang memungkinkan Litao lolos adalah adanya SKCK yang dikeluarkan oleh oknum polisi berinisial SU. SKCK tersebut digunakan sebagai salah satu syarat administrasi pencalonan. Namun, SU kini telah dimutasi ke Buton Utara (Butur) pada Maret 2025 setelah kasus ini mencuat ke publik.
Kuasa hukum keluarga korban, La Ode Muhammad Sofyan Nurhasan, sempat mempertanyakan sikap Polres Wakatobi karena menerbitkan SKCK untuk Litao saat Pemilu 2024 lalu. "Kami mempertanyakan kok bisa seorang DPO terbit SKCK-nya. Setahu saya yang bisa kalau dia mantan narapidana, ini pelakunya DPO," jelas Sofyan.
Pihak keluarga korban sudah mendatangi Polres Wakatobi untuk meminta kejelasan sejak Agustus 2024. Namun, kepolisian beralasan tidak memproses kasus hukum Litao karena berkas perkaranya sudah hilang mengingat kejadiannya sudah lama, sekitar 10 tahun lalu.
Tim kuasa hukum akhirnya melapor ke Propam Polda Sultra karena sikap Polres Wakatobi yang tidak merespons keluhan orangtua korban dan tidak menangkap Litao. Masyarakat dan netizen juga mempertanyakan kinerja jajaran Polres Wakatobi mengingat nama Litao sudah masuk dalam DPO kepolisian sejak tahun 2014.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian, memastikan bahwa Litao akan diproses hukum. "Selanjutnya pasti akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujar Iis.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!