Menteri Keuangan Purbaya Jelaskan Nasib Transfer Daerah, Turun atau Naik?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Transfer ke Daerah Jadi Sorotan dalam Penyusunan RAPBN 2026

Dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, transfer ke daerah menjadi salah satu pos anggaran yang mendapat perhatian khusus. Eks Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya merancang penurunan anggaran transfer ke daerah hingga sebesar 24,8%. Namun, saat ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa belum ada keputusan final terkait nasib anggaran tersebut.

Purbaya menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih dalam tahapan penyusunan RAPBN 2026. Oleh karena itu, ia belum bisa memastikan apakah anggaran transfer ke daerah akan tetap turun atau justru naik. "Masih didiskusikan. Nanti kalau saya ngomong duluan, enggak boleh, salah katanya. Ini masih didiskusikan," ujarnya kepada wartawan di Istana Negara.

Ketika ditanyakan mengenai peluang kenaikan anggaran transfer ke daerah, mantan ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan hanya menekankan bahwa RAPBN 2025 dirancang untuk menstimulus perekonomian. "Kita akan cenderung menjalankan kebijakan fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Sebelumnya, pendahulu Purbaya, Sri Mulyani, mengungkapkan bahwa pemerintah pusat akan banyak mengambil alih kebijakan yang sebelumnya diolah oleh pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada pengurangan anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN 2026.

Sri Mulyani tidak menampik bahwa anggaran transfer ke daerah (TKD) turun sebesar 24,8% dari Rp864,1 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026). Sebagai kompensasi, pembangunan infrastruktur hingga pengelolaan sampah di daerah akan diambil alih oleh pemerintah pusat.

Pengambilalihan tersebut akan dilakukan melalui mekanisme Instruksi Presiden (Inpres). Pembiayaannya berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Pengelolaan Belanja Lainnya, yang alokasinya naik dari Rp358 triliun (APBN 2025) menjadi Rp525 triliun (RAPBN 2026).

"Kita juga akan mengambil alih masalah sampah daerah melalui Inpres," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Menurutnya, selama ini banyak program pemerintah daerah yang tidak berjalan maksimal. Oleh karena itu, pemerintah pusat berinisiatif mengambil alih demi efisiensi anggaran. "Banyak yang kita ambil alih karena kita melihat tidak ter-deliver [terealisasi] atau tidak terjadi progres. Padahal ini masalahnya terus berlangsung, makanya kemudian muncul dalam Inpres," katanya.

Risiko Penurunan Transfer ke Daerah

Langkah pemerintah pusat yang mengambil alih sebagian tugas pemerintah daerah akibat pemangkasan transfer ke daerah dinilai tidak menyelesaikan masalah utama yang selama ini ada.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (FEB Unand), Syafruddin Karimi, mengakui bahwa sebagian daerah memang belum maksimal menyerap anggaran. Namun, ia menilai bahwa fakta tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk pengambilalihan tugas Pemda oleh pemerintah pusat.

Menurutnya, permasalahan terletak pada perencanaan, administrasi, atau pelelangan proyek yang lambat. Syafruddin menilai tidak adil jika pemerintah pusat menyamaratakan seluruh Pemda. "Banyak daerah mampu melaksanakan program prioritas dengan baik meski dihadapkan pada keterbatasan kapasitas," jelasnya.

Dia meyakini sebagian besar hambatan bukan karena ketiadaan niat, melainkan lemahnya sistem manajemen dan terbatasnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, masalah serapan anggaran seharusnya dijawab dengan peningkatan kapasitas, asistensi teknis, serta reformasi birokrasi, bukan dengan mengurangi hak fiskal daerah.

Syafruddin menekankan bahwa pengambilalihan tugas daerah oleh pemerintah pusat hanya akan memperbesar ketergantungan daerah pada pusat dan melemahkan semangat desentralisasi yang telah dibangun sejak Reformasi. "Cara terbaik adalah memperkuat akuntabilitas daerah melalui sistem insentif dan disinsentif berbasis kinerja," ujarnya.

Selain itu, pendampingan teknis dan penyederhanaan regulasi diyakini akan meningkatkan kapasitas daerah dalam menyerap anggaran. Dengan demikian, perbaikan tata kelola tetap berjalan, kemandirian fiskal daerah terjaga, dan prinsip demokrasi anggaran tidak terpinggirkan.

Jika pemerintah bersikukuh mengambil sebagian besar tugas Pemda demi efisiensi anggaran maka Syafruddin khawatir daerah kehilangan kendali untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan lokal. "Konsekuensinya, program pembangunan yang seharusnya berjalan melalui APBD terhambat oleh keterbatasan ruang fiskal," ungkapnya.

Dia juga menilai sentralisasi anggaran akan mengurangi transparansi karena DPR tidak lagi memiliki ruang penuh untuk mengawasi penggunaan dana yang semakin terkonsentrasi di pusat. "Kondisi ini menimbulkan risiko ketimpangan antarwilayah dan menciptakan preseden bahwa efisiensi fiskal bisa dijalankan dengan mengorbankan prinsip demokrasi anggaran," tutupnya.