Perluas Akses Pendidikan di Wilayah 3T, Ini Strategi Kemendikdasmen

Pendidikan Jarak Jauh sebagai Solusi untuk Anak-Anak yang Kesulitan Mengakses Pendidikan

Dalam upaya memperluas akses layanan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan adaptif bagi seluruh anak Indonesia, pihak terkait melakukan berbagai inisiatif. Salah satunya adalah uji coba penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (PJJ) di tingkat pendidikan menengah. Uji coba ini dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Ditjen Vokasi PKPLK). Peluncuran uji coba ini dilaksanakan di Jakarta, dengan fokus pada sekolah terbuka di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK).

Tujuan utama dari uji coba ini adalah untuk menemukan model pelaksanaan PJJ yang ideal, khususnya untuk menjangkau anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) yang selama ini mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan menengah. Selain itu, uji coba ini juga bertujuan untuk memberikan solusi pendidikan yang lebih fleksibel bagi anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang sulit dijangkau.

SMA Negeri 2 Padalarang, Jawa Barat, menjadi salah satu institusi yang mendampingi penyelenggaraan uji coba PJJ ini. Hal ini menunjukkan komitmen bersama antar lembaga dalam mendorong pengembangan pendidikan jarak jauh.

Peran Pendidikan Jarak Jauh dalam Mencapai Keadilan Pendidikan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyampaikan bahwa PJJ merupakan strategi penting dalam mencapai keadilan pendidikan. Ia menjelaskan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada pembelajaran di sekolah, tetapi juga bisa dilakukan di mana saja. Dengan PJJ, anak-anak yang tinggal di wilayah dengan keterbatasan geografis atau hambatan lain dapat tetap melanjutkan studinya.

“Kami menekankan bahwa pendidikan itu tidak hanya belajar di sekolah (schooling), tetapi juga learning atau belajar yang bisa dilakukan di mana saja. Dengan pendidikan jarak jauh, anak-anak Indonesia yang tinggal di daerah yang secara geografis tidak mudah dijangkau atau mereka yang memiliki hambatan untuk mengakses sekolah tetap bisa tetap belajar,” ujarnya.

Abdul Mu’ti juga berharap dukungan semua pihak dalam membantu suksesnya program pendidikan jarak jauh serta uji coba PJJ jenjang pendidikan menengah yang saat ini sedang diimplementasikan di SIKK. Ia menegaskan bahwa pendidikan menengah memiliki peran penting dalam membentuk karakter, keterampilan, dan pengetahuan siswa agar siap melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau terjun ke dunia kerja.

Keistimewaan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Tatang Muttaqin, menjelaskan bahwa SIKK dipilih sebagai lokasi uji coba karena memiliki karakteristik yang sesuai dengan kondisi daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Selama ini, SIKK telah melayani akses pendidikan formal bagi anak-anak Indonesia yang tinggal di wilayah Sabah dan Serawak, khususnya bagi anak-anak pekerja migran Indonesia yang banyak tinggal dan bekerja di perkebunan sawit.

“SIKK telah memiliki SMA Terbuka Jarak Jauh di Kota Kinabalu dan Tempat Kegiatan Belajar (TKB) berupa pusat layanan pendidikan (Community Learning Center/CLC), yang jumlahnya ada ratusan di wilayah perkebunan sawit dengan akses sulit di Sabah dan Serawak, Malaysia,” ujar Dirjen Tatang.

Selain itu, uji coba ini juga diharapkan bisa memberikan harapan baru bagi anak-anak PMI yang selama ini kesulitan mengakses layanan pendidikan. “Uji Terap Pendidikan Jarak Jauh di SIKK ini adalah perwujudan kehadiran negara dalam upaya memberikan layanan pendidikan bagi seluruh anak bangsa, utama anak-anak pekerja migran Indonesia di Malaysia yang belum terlayani pendidikannya,” tambahnya.

Pengalaman Murid PJJ

Salah satu murid PJJ dari SIKK, Kasmiati, mengaku sangat senang dengan adanya program PJJ. Sebelumnya, ia tidak pernah menyangka bisa melanjutkan pendidikan lebih lanjut karena kesulitan akses pendidikan.

“Jarak tempat tinggal saya ke SIKK itu bisa sembilan jam perjalanan. Belum lagi, saya juga harus membantu orang tua untuk bekerja di ladang sawit. Sulit sekali rasanya kalau harus sekolah tatap muka ke Kinabalu,” kata Kasmiati, yang berasal dari Sulawesi Selatan.