
Pengakuan Israel atas Pengeboman Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis
Pada hari Senin (25 Agustus 2025), pasukan militer Israel melakukan pengeboman terhadap Kompleks Medis Nasser di kota Khan Yunis, wilayah selatan Jalur Gaza. Serangan ini menewaskan sebanyak 20 warga Palestina, termasuk lima jurnalis, pasien, dan staf medis. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak baik lokal maupun internasional.
Dalam pernyataannya, tentara Israel mengakui bahwa mereka telah menyerang rumah sakit tersebut. Mereka menyatakan akan melakukan penyelidikan terkait korban yang tewas. Kepala Staf Angkatan Darat, Eyal Zamir, memerintahkan penyelidikan awal untuk dilakukan secepatnya. Meskipun demikian, militer Israel menegaskan bahwa serangan mereka tidak ditujukan kepada jurnalis.
Kementerian Kesehatan di Gaza menyampaikan pernyataan yang menyebut pengeboman sebagai tindakan keji yang melanggar hukum internasional. Mereka menekankan bahwa rumah sakit tersebut adalah satu-satunya fasilitas kesehatan umum yang beroperasi di wilayah selatan Gaza. Penargetan rumah sakit dan pembunuhan personel medis serta jurnalis dianggap sebagai bagian dari upaya sistematis untuk menghancurkan infrastruktur kesehatan dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Kecaman Internasional terhadap Tindakan Israel
Serangan ini memicu gelombang kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Qatar menyebut pengeboman sebagai episode baru dari kejahatan keji Israel terhadap rakyat Palestina, sambil mendesak adanya tindakan internasional yang tegas. Mesir juga mengecam tindakan tersebut, menilainya sebagai pelanggaran hukum humaniter internasional dan menuding Israel sengaja menargetkan jurnalis, tenaga medis, dan pekerja kemanusiaan.
Di Eropa, Jerman menyatakan terkejut atas jatuhnya korban dari kalangan jurnalis, tenaga medis, dan warga sipil, serta menuntut adanya investigasi segera. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyerukan gencatan senjata segera dan perlindungan bagi warga sipil, tenaga kesehatan, dan jurnalis. Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan menyebut pengeboman rumah sakit oleh Israel tidak dapat dimaafkan, dengan menegaskan pentingnya perlindungan terhadap warga sipil dan jurnalis.
Organisasi PBB dan lembaga internasional seperti UNRWA dan WHO juga memberikan komentar keras. Komisaris Tinggi UNRWA Philippe Lazzarini menyoroti kelambanan dunia internasional dan menyebut serangan sebagai upaya membungkam suara-suara terakhir yang melaporkan penderitaan anak-anak di tengah kelaparan. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam keras pembunuhan warga sipil dan menuntut penyelidikan segera. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menekankan perlunya penghentian serangan terhadap fasilitas kesehatan.
Kekhawatiran terhadap Keamanan Jurnalis
Dari kalangan pers, Asosiasi Pers Asing di Israel menyatakan kemarahan mendalam setelah lima jurnalis internasional tewas dalam serangan tersebut. Mereka menyebut serangan ini sebagai salah satu yang paling mematikan terhadap jurnalis sejak perang Gaza dimulai. Serangan terjadi di tangga luar rumah sakit—tempat jurnalis biasanya memasang kamera—tanpa peringatan. Asosiasi tersebut menegaskan bahwa Israel sering kali menargetkan jurnalis di Gaza tanpa alasan yang dapat dibenarkan, serta menyerukan tindakan segera dari komunitas internasional untuk melindungi mereka.
Konteks Perang di Gaza
Israel masih melanjutkan serangannya di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Serangan terbaru terjadi pada 24 Agustus 2025, ketika pasukan Israel menyerang pinggiran Gaza City, termasuk daerah Zeitoun, Shejaia, Sabra, dan Jabalia. Israel mengklaim serangan tersebut bertujuan untuk menyerang pertahanan Hamas dan menguasai kota sebagai markas terakhir gerakan tersebut.
Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi alasan utama serangan Israel. Dalam operasi tersebut, Hamas berhasil menahan sekitar 250 orang. Pemerintah Israel menyatakan bahwa ada sekitar 50 orang yang masih ditahan di Gaza, meskipun sebelumnya telah terjadi beberapa pertukaran tahanan antara kedua pihak.
Situasi Kemanusiaan di Gaza
Setelah operasi Hamas, Israel menutup akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beberapa minggu kemudian, jalur tersebut kembali dibuka, tetapi jumlah bantuan yang diizinkan masuk sangat terbatas. Pada 2 Maret 2025, Israel kembali memberlakukan blokade total terhadap jalur bantuan, menyebabkan kelaparan massal dan menewaskan lebih dari 101 orang hingga Juli 2025.
Di bawah tekanan internasional, Israel akhirnya kembali membuka jalur bantuan pada akhir Juli 2025. Namun, volume bantuan yang masuk masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Gaza. Untuk menyalurkan bantuan, Israel dan Amerika Serikat membentuk lembaga Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang mulai beroperasi pada Mei 2025. Meskipun begitu, banyak laporan menyebutkan bahwa tentara Israel sering menembaki warga Palestina yang mencoba mengakses bantuan dari GHF.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan sekitar 62.700 warga Palestina dan melukai lebih dari 157.951 orang, termasuk 246 jurnalis. Jumlah korban tewas akibat kelaparan paksa Israel di Gaza telah meningkat menjadi 300, termasuk 117 anak-anak, menurut laporan kementerian kesehatan Gaza.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!