Nepo Kids, Pemicu Kekacauan Sosial di Nepal

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Fenomena Nepo Kids dan Kekacauan di Nepal

Sebuah fenomena yang muncul dari media sosial akhir-akhir ini telah memicu kemarahan besar di kalangan masyarakat Nepal. Istilah "Nepo Kids" kini menjadi perbincangan hangat, menggambarkan anak-anak dari keluarga elit politik yang hidup dalam kemewahan. Mereka seringkali tampil dengan gaya hidup mewah yang jauh berbeda dengan kehidupan rakyat biasa yang hidup dalam kemiskinan.

Fenomena ini dimulai dengan penyebaran foto-foto di media sosial yang menunjukkan anak-anak dari tokoh-tokoh penting negara tersebut. Foto-foto tersebut diberi tagar #nepokids, yang merujuk pada istilah nepotisme. Di Indonesia, istilah serupa seperti "nepo baby" digunakan untuk menggambarkan anak-anak dari selebritas atau tokoh masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari koneksi keluarga mereka. Di Nepal, konsep ini juga mulai menyebar, dan membuat masyarakat geram karena kesenjangan sosial yang terlihat jelas.

Banyak warga Nepal mengkritik perilaku para nepo kids, karena dianggap tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam sebuah survei, diketahui bahwa sekitar 25% penduduk Nepal hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Hal ini membuat rasa ketidakadilan semakin terasa.

Para pejabat dan politisi dianggap korupif dan kurang transparan dalam penggunaan dana publik. Banyak orang percaya bahwa uang negara digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup mewah keluarga mereka. Meskipun gaji resmi mereka relatif rendah, mereka tetap bisa hidup dalam kemewahan.

Di tengah tren media sosial #nepokids, banyak netizen Nepal mengunggah video dan unggahan di TikTok dan X yang menampilkan kehidupan mewah anak-anak tokoh politik. Video-video ini sering kali disertai dengan gambar-gambar yang menunjukkan perjuangan sehari-hari warga biasa. Contohnya, foto yang diklaim menunjukkan putra seorang menteri berpose dengan kotak-kotak merek ternama seperti Louis Vuitton dan Cartier yang disusun menjadi pohon Natal. Ada juga video lain yang menunjukkan putra mantan hakim sedang makan di restoran mewah dan berpose di samping mobil Mercedes.

Menurut Raqib Naik, direktur eksekutif dari Center for the Study of Organized Hate, ribuan video semacam itu menjadi tren di seluruh ekosistem digital Nepal. Kontras antara hak istimewa elit dan kesulitan sehari-hari menyentuh hati generasi Z dan cepat menjadi narasi sentral yang mendorong gerakan ini.

Kronologi Demo Besar di Nepal

Pada 4 September, pemerintah Nepal memblokir 26 platform media sosial, termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, dan X. Alasannya adalah karena platform-platform tersebut dianggap gagal mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi dalam tenggat waktu yang ditentukan sejak 28 Agustus.

Pada 8 September 2025, pagi hari, ribuan pelajar dan anak muda berkumpul di Maitighar Mandala, Kathmandu. Mereka turun ke jalan menuntut pencabutan blokir medsos dan ruang demokrasi yang lebih luas. Siang hari, bentrokan massa dengan aparat keamanan pecah. Pengunjuk rasa berhasil menembus pertahanan polisi dan merangsek ke kompleks parlemen New Baneshwor.

Polisi mencoba membendung dengan menembakkan peluru tajam ke arah demonstran. Korban mulai berjatuhan. Dalam laporan, 19 orang dilaporkan tewas, ratusan orang termasuk polisi terluka. Malam hari, pemerintah mencabut larangan medsos, tetapi massa sudah terlanjur marah. Kerusuhan berlanjut.

Pada 9 September 2025, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak dan Menteri Pertanian Ramnath Adhikari mengundurkan diri atas tanggung jawab moral menyusul korban jiwa dalam protes. Hanya dalam hitungan jam, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli juga mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Ramchandra Poudel.

Sore hingga malam, situasi makin tak terkendali. Ribuan orang menolak aturan jam malam. Mereka turun ke jalan dan mulai membakar gedung-gedung pemerintah di kawasan elite serta rumah pejabat. Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel dikejar massa hingga terjun ke sungai untuk menyelamatkan diri, bahkan sempat ditelanjangi massa.

Pada 10 September 2025, tentara Nepal mulai mengambil alih keamanan di Ibu Kota Kathmandu. Namun situasi masih memanas. Panglima Angkatan Bersenjata Ashok Raj Sigdel mengimbau dialog damai untuk mencegah situasi makin tidak terkendali.