
Marcella Santoso Bantah Uang di Brankas Terkait Kasus Minyak Goreng
Dalam sidang terkait dugaan suap kepada majelis hakim yang memberikan vonis lepas terhadap tiga korporasi CPO, pengacara sekaligus tersangka kasus suap, Marcella Santoso, membantah bahwa uang puluhan miliar yang disimpan dalam brankas di rumahnya berkaitan dengan perkara crude palm oil (CPO) atau kasus minyak goreng (migor).
Pernyataan ini disampaikan oleh Marcella saat menjadi saksi dalam persidangan. Jaksa memperlihatkan foto tumpukan uang dalam brankas yang diduga bernilai puluhan miliar rupiah. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, salah satu jaksa menanyakan asal usul uang tersebut dan tujuannya.
Marcella menjelaskan bahwa uang yang terlihat dalam foto adalah uang kas perusahaan. Ia mengaku bahwa perusahaannya selalu memiliki uang kas dalam bentuk mata uang asing. “Itu uang saya, Pak. Saya selalu punya kas dalam bentuk USD,” jawab Marcella.
Ia merujuk pada berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan bahwa uang tersebut berasal dari success fee dari beberapa perkara. Salah satu yang terbesar mencapai Rp 50 miliar. “Saya sudah sampaikan di BAP, salah satu dari sumber yang paling besar itu adalah success fee dari klien saya, nilainya sekitar lebih dari Rp 50 miliar,” jelas Marcella.
Marcella juga menjelaskan bahwa success fee ini terkadang ditarik oleh suaminya, Ariyanto, yang juga seorang pengacara di law firm yang sama. Saat jaksa bertanya apakah uang dalam brankas terkait dengan perkara migor, Marcella menegaskan bahwa uang tersebut tidak ada hubungannya dengan kasus tersebut. “Ini campuran, ini tidak ada success fee perkara migor, Pak. Saya belum menagih success fee dan saya tidak ada success fee, ini tidak ada kaitannya,” kata Marcella.
Jaksa kemudian menanyakan keberadaan mata uang asing dalam jumlah besar. Marcella menjelaskan bahwa suaminya terbiasa menarik uang hasil pendapatan mereka dari bank, lalu menukarnya ke dalam Dolar Amerika Serikat dan menyimpannya hingga dibutuhkan. “Pak Ari, karena dia suka menarik dari bank, kemudian dia belikan dollar, karena dollar menurut dia harganya lebih stabil,” jelas Marcella.
Marcella sendiri merupakan pengacara dari tiga korporasi CPO. Ia juga telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap hakim. Namun, berkasnya belum dilimpahkan ke pengadilan.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO. Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar. Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit. Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi tersebut.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!