
Penetapan Tersangka Kasus TPPU terhadap Dua Tokoh PT Sritex
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua tokoh penting dari perusahaan PT Sritex sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua orang tersebut adalah Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL). Mereka sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex dan entitas anak usahanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa kedua tersangka ini telah ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sejak 1 September 2025. Menurut Anang, penyidik Kejagung telah melakukan penahanan terhadap kedua individu tersebut berdasarkan pasal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang.
Dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto selaku Direktur Utama diduga menggunakan dana kredit untuk keperluan pembayaran utang dan pembelian aset. Hal ini menunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan dana yang diberikan oleh lembaga keuangan.
Sementara itu, Iwan Kurniawan Lukminto yang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Sritex diduga memberikan persetujuan atas permohonan pemberian kredit modal kerja dan investasi kepada salah satu bank daerah pada tahun 2019. Selain itu, ia juga dikabarkan menandatangani dokumen serupa kepada bank lain setahun kemudian. Meski demikian, dana kredit tersebut tidak digunakan sesuai dengan tujuannya.
Sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan Iwan Kurniawan Lukminto sebagai tersangka dalam kasus pemberian kredit bank ke PT Sritex. Penyidikan dimulai dari adanya kejanggalan dalam laporan keuangan Sritex pada tahun 2021. Saat itu, perusahaan melaporkan kerugian sebesar US$ 1,08 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun. Padahal, pada tahun sebelumnya, perusahaan masih mencatatkan laba sebesar Rp 1,24 triliun.
Perbedaan besar antara laba dan kerugian tersebut menjadi awal bagi penyidik Jampidsus untuk menyelidiki lebih lanjut. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa PT Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit dengan total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp 3,59 triliun hingga Oktober 2024. Hal ini menunjukkan adanya potensi kerugian negara yang signifikan akibat praktik keuangan yang tidak transparan.
Penetapan tersangka ini menunjukkan bahwa Kejagung akan terus memperkuat upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi di sektor bisnis. Selain itu, langkah ini juga menjadi peringatan bagi perusahaan-perusahaan lain agar lebih hati-hati dalam mengelola dana dan menjalankan operasional bisnisnya.
Proses penyidikan dan pengadilan terhadap kedua tersangka ini akan berlangsung secara transparan dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana keuangan akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!