
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia: Peringatan Penting untuk Membangun Kesadaran dan Empati
Setiap tahunnya, masyarakat dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day yang jatuh pada tanggal 10 September. Inisiatif ini diambil oleh International Association for Suicide Prevention (IASP) sebagai bentuk peringatan bahwa tindakan bunuh diri bisa dicegah dan harus diperhatikan secara serius.
Tema utama tahun ini adalah “Changing the Narrative on Suicide”, yang dalam bahasa Indonesia berarti mengubah narasi terkait bunuh diri. Dengan tema ini, IASP mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menghilangkan stigma, mengubah kesalahpahaman, serta meningkatkan empati terhadap sesama. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan mendukung bagi mereka yang sedang mengalami kesulitan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bunuh diri merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang sangat serius. Setiap tahun, sekitar 720 ribu jiwa melayang akibat tindakan ini. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan yang dilakukan secara bersama-sama.
Pencegahan bunuh diri tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga butuh komitmen dari seluruh masyarakat. IASP menekankan bahwa kepedulian kolektif diperlukan untuk membantu mereka yang berisiko tinggi. Menurut Presiden IASP, Profesor Jo Robinson, pencegahan bunuh diri adalah komitmen bersama yang melampaui batas negara, budaya, dan agama. Selain itu, pesan harapan dan pemahaman harus sampai kepada semua orang di berbagai belahan dunia.
Faktor Risiko dan Tantangan yang Mengancam
Data WHO menunjukkan bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga pada usia 15 hingga 29 tahun. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di berbagai daerah di dunia. Bahkan, data pada 2021 menyebutkan bahwa sekitar 73 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah.
Beberapa faktor dapat memicu seseorang melakukan tindakan bunuh diri, seperti masalah ekonomi, konflik hubungan, tekanan hidup, dan gangguan kesehatan mental seperti depresi. WHO juga mencatat bahwa isu-isu seperti kekerasan, duka mendalam, bencana alam, serta rasa kesepian akibat isolasi sosial juga memiliki kaitan erat dengan risiko bunuh diri.
Kelompok-kelompok rentan seperti pencari suaka, imigran, kelompok LGBTQ, serta narapidana juga memiliki angka kasus yang cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa masalah bunuh diri bukanlah hal yang terbatas pada satu kelompok tertentu, tetapi memengaruhi berbagai kalangan.
Langkah-Langkah Pencegahan yang Efektif
IASP memberikan beberapa pesan utama yang harus disampaikan dalam pencegahan bunuh diri:
-
Kesadaran dan Pemahaman
Jangan anggap bunuh diri sebagai topik yang tabu. Diskusikan secara terbuka dengan penuh empati agar stigma bisa dihilangkan. Buat ruang aman dan tanpa penilaian saat membicarakan topik ini. -
Kebijakan
Di tingkat pemerintahan, perlu adanya kebijakan yang mendukung pencegahan bunuh diri. Termasuk dekriminalisasi dan pembuatan strategi khusus untuk mengurangi risiko. -
Aksi
Bergerak langsung dengan memberikan dukungan mental kepada mereka yang membutuhkan. Tunjukkan bahwa mereka tidak sendirian. Mulai dari lingkungan sekitar dan orang terdekat. -
Area Konflik
Pastikan bahwa orang-orang yang sedang mengalami krisis atau ketidakstabilan bisa mendapatkan akses ke bantuan. Ini termasuk ruang aman dan layanan profesional seperti psikolog atau tenaga kesehatan.
Bantuan yang Tersedia
Jika kamu atau orang terdekat sedang mengalami kesulitan, segera cari bantuan. Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) menawarkan hotline 119 ekstensi 8 yang bisa dihubungi kapan saja. Dukungan ini bisa menjadi langkah awal untuk mencari solusi dan menghindari tindakan yang tidak terduga.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!