
Fenomena Daddy Issues di Indonesia dan Dampaknya pada Anak
Daddy issues, atau masalah psikologis yang muncul akibat ketidakhadiran ayah secara emosional dalam kehidupan anak, semakin sering terdengar di masyarakat, termasuk di Indonesia. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana anak mengalami kesulitan dalam membangun hubungan sehat dengan orang tua, terutama ayah, karena kurangnya perhatian, dukungan, atau keterlibatan emosional dari ayah.
Meski tidak selalu disadari, banyak orang Indonesia mengalami dampak dari fenomena ini. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari budaya patriarki hingga pola pengasuhan keluarga yang cenderung menempatkan ibu sebagai sentral dalam pengasuhan anak.
Penyebab Utama Daddy Issues di Indonesia
Salah satu penyebab utama adalah persepsi masyarakat terhadap peran ayah. Di banyak keluarga Indonesia, ayah sering kali dianggap sebagai pencari nafkah utama, sehingga peran mereka dalam pengasuhan anak diabaikan.
“Peran ayah sering kali dianggap sebagai pencari nafkah, itu menjadi tugas wajib ayah. Salah satunya efeknya, ayah jadi kurang terlibat karena pulang kerja sudah malam dan capek,” ujar Sukmadiarti Perangin-angin, psikolog keluarga.
Kondisi ini menyebabkan kualitas waktu ayah bersama anak menjadi sangat terbatas. Anak lebih sering berinteraksi dengan ibu, sedangkan ayah jarang hadir dalam momen penting kehidupan anak. Budaya patriarki juga turut memperkuat hal ini, karena pengasuhan anak sering dianggap sebagai urusan ibu, sementara ayah fokus pada pekerjaan.
Perbedaan antara Daddy Issues dan Fatherless
Beberapa orang mungkin mengira bahwa daddy issues sama dengan fatherless, yaitu ketika ayah benar-benar tidak ada dalam kehidupan anak. Namun, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Daddy issues terjadi meskipun ayah hadir secara fisik, tetapi tidak hadir secara emosional dan psikologis.
Bahkan jika ayah bekerja keras untuk mencari nafkah, jika ia tidak meluangkan waktu untuk mendampingi anak, memberikan dukungan, atau membangun hubungan emosional, maka anak bisa tetap mengalami daddy issues.
Dampak Daddy Issues pada Anak
Dampak dari daddy issues bisa sangat signifikan, baik secara emosional maupun sosial. Anak yang tidak merasa didukung oleh ayah cenderung memiliki harga diri yang rendah, kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, serta rentan mengalami kecemasan atau depresi.
Sebaliknya, ketika ayah hadir secara emosional dan fisik, anak akan merasa dihargai, diprioritaskan, dan lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan. “Anak yang peran ayahnya hadir di momen penting itu bahagia sekali karena merasa diprioritaskan oleh ayahnya. Ini membuat energi anak dan tangki cintanya terpenuhi,” tambah Sukmadiarti.
Upaya Meningkatkan Keterlibatan Ayah
Untuk mengurangi dampak daddy issues, diperlukan peran aktif dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan keluarga harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.
Misalnya, regulasi cuti ayah masih terbatas, sehingga banyak ayah tidak bisa mendampingi anak pada masa-masa penting. Selain itu, sekolah juga bisa berperan dengan melibatkan ayah dalam kegiatan parenting.
“Pihak sekolah juga bisa menginisiasi agar sesi parenting bersama orangtua murid itu dihadiri oleh para ayah, jangan hanya ibu saja. Dengan demikian, baik ayah maupun ibu sama-sama belajar,” sarannya.
Kesimpulan
Fenomena daddy issues di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari budaya patriarki dan minimnya dukungan sistem yang memungkinkan ayah lebih terlibat dalam pengasuhan. Namun, dengan kesadaran bersama dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah, kehadiran ayah bisa semakin nyata dan memberikan dampak positif bagi tumbuh kembang anak.
Dengan meningkatkan partisipasi ayah dalam kehidupan anak, anak dapat tumbuh dengan emosi yang lebih stabil, harga diri yang kuat, dan kemampuan sosial yang lebih baik.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!