Bom Utang Proyek Kereta Cepat yang Menggelegar

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Kembali Jadi Perhatian

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi perbincangan, terutama setelah muncul wacana untuk merestrukturisasi utang yang dianggap memberatkan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menggambarkan utang dari operator Whoosh, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebagai bom waktu yang bisa memengaruhi keuangan perusahaan.

Bobby menyampaikan hal ini saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu (20/8). Ia menegaskan bahwa pihaknya yakin dalam waktu seminggu ke depan akan dapat memahami berbagai kendala dan masalah yang ada di dalam KAI. Ia juga menyoroti pentingnya memahami kondisi KCIC yang dinilai sebagai ancaman serius bagi keuangan KAI.

“Ini seperti bom waktu,” ujarnya. Dengan demikian, Bobby mengusulkan agar utang Whoosh direstrukturisasi. Nantinya, rencana ini akan dikoordinasikan dengan Danantara, yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk masalah ini.

Masalah Utang yang Mengkhawatirkan

Anggota Komisi VI Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, juga menyampaikan kekhawatiran terkait utang besar yang dialami KAI akibat proyek KCIC. Menurutnya, beban utang tersebut sangat berat, terutama karena adanya kepemilikan saham oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 58 persen lebih. PSBI memiliki kuasa 60 persen, sementara China memiliki 40 persen.

Darmadi mengatakan bahwa jika tidak segera ditangani, utang ini bisa menjadi beban keuangan yang berat hingga tahun 2025. Ia memperkirakan kerugian dari KCIC bisa mencapai lebih dari Rp 4 triliun.

PSBI adalah perusahaan patungan yang didirikan oleh konsorsium PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), dan PT Perkebunan Nusantara I (Persero) (PTPN). Perusahaan ini tercatat memiliki 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola proyek Whoosh.

Danantara Berupaya Cari Solusi

Restrukturisasi utang proyek Whoosh juga sudah disampaikan oleh CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani. Ia mengatakan sedang melakukan evaluasi menyeluruh terkait skema penyelesaian utang. Rosan menekankan bahwa Danantara ingin memastikan setiap aksi korporasi dilakukan secara permanen, bukan hanya menunda masalah.

“Kami sedang evaluasi ini, dan ingin memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan benar-benar menyelesaikan masalah,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/8).

Sementara itu, COO Danantara, Dony Oskaria, menyebutkan bahwa penyelesaian proyek Whoosh akan dimasukkan ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Danantara tahun ini. Ia menjelaskan bahwa proses penjajakan sedang dilakukan dan akan segera diselesaikan sesuai dengan rekomendasi dari Direktur Utama KAI.

Beban Utang yang Besar

KCJB, yang merupakan proyek strategis nasional (PSN), menjadi sorotan karena beban utang yang sangat besar. PT KAI harus menanggung utang sebesar Rp 6,9 triliun dari China Bank Development (CDB) untuk pembayaran pembengkakan biaya proyek Whoosh.

Total biaya proyek mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp 118,9 triliun. Dari jumlah ini, terdapat pembengkakan biaya (cost overrun) senilai USD 1,2 miliar atau sekitar Rp 18,2 triliun. Hal ini membuat proyek yang sebelumnya diharapkan menjadi salah satu ikon transportasi modern Indonesia kini menjadi perhatian serius terkait manajemen keuangan dan dampak jangka panjangnya.