55 Korban TPPO di Jateng, Janji Gaji 3.000 Euro Hanya Tipuan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jawa Tengah Terus Dipulangkan

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mengungkapkan bahwa sebanyak 55 orang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan dengan modus penempatan kerja ilegal ke Spanyol dan beberapa negara Eropa lainnya. Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, menjelaskan bahwa para korban awalnya dijanjikan bekerja sebagai kru kapal perikanan di Spanyol, namun kenyataannya mereka justru ditempatkan di restoran di berbagai negara seperti Spanyol, Yunani, Polandia, hingga Portugal.

Dari jumlah tersebut, enam orang belum sempat berangkat tapi sudah tertipu (rugi puluhan juta). Sementara 49 lainnya sudah dikirim ke luar negeri. Dari jumlah itu, lima sudah pulang secara mandiri, sedangkan 44 masih berada di sana.

20 Korban di Luar Negeri Minta Dipulangkan

Dari 44 korban yang masih berada di luar negeri, 20 orang telah menyatakan keinginan untuk pulang ke Indonesia. Disnakertrans Jateng terus melakukan pendampingan intensif bekerja sama dengan Polda Jateng, Kementerian Luar Negeri, KBRI di negara tujuan, serta dinas daerah seperti Brebes, Pemalang, Tegal, dan Kota Tegal.

Sejauh ini, sebanyak 14 orang berhasil dipulangkan. Lima sudah pulang mandiri dan sembilan orang hasil koordinasi. Pada tanggal 23 Agustus akan dipulangkan lagi satu orang, lalu tiga orang pada 26 Agustus. Sisanya masih dalam proses. Namun sebagian korban memilih untuk tetap bertahan di Eropa meski dalam status pekerja ilegal, dengan alasan ingin tetap bekerja dan memperoleh penghasilan.

“Kita tidak bisa memaksa mereka pulang. Tapi KBRI tetap memberikan edukasi dan perlindungan dasar,” tegas Aziz.

Modus TPPO: Janji Gaji Besar Melalui Mulut ke Mulut dan Media Sosial

Ahmad Aziz menjelaskan bahwa korban mayoritas berasal dari wilayah Brebes, Pemalang, Tegal, dan Kota Tegal. Mereka direkrut melalui iming-imingi gaji tinggi, yang disebarluaskan dari mulut ke mulut maupun lewat media sosial.

“Bekerja ke luar negeri itu bukan hanya soal keterampilan, tapi juga kesiapan bahasa dan budaya. Kalau ilegal, risikonya besar karena perlindungan terbatas,” katanya.

Pihak kepolisian telah menetapkan dua tersangka dalam kasus perdagangan orang ini, yakni K dan N, yang berasal dari Brebes dan Tegal. Mereka diduga sebagai perekrut korban secara ilegal, dengan menggunakan narasi kisah sukses palsu untuk meyakinkan calon korban.

Aziz mengingatkan bahwa penempatan kerja ke luar negeri wajib melalui mekanisme resmi, baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan swasta berizin resmi. “Saat terjadi pelanggaran, perusahaan bisa diberi sanksi hingga pencabutan izin. Masyarakat jangan mudah tergiur janji manis,” ujarnya.

Kisah Nyata Korban TPPO: Carmadi Dijanjikan Gaji 3.000 Euro, Tapi Nyatanya...

Salah satu korban TPPO asal Brebes, Carmadi, menceritakan kisahnya kepada Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi, Jumat (20/6/2025). Ia tergiur dengan tawaran kerja sebagai kru kapal ikan di Spanyol, lengkap dengan janji gaji 3.000 euro per bulan. Namun kenyataan pahit justru dialaminya. Sesampainya di Eropa, Carmadi bukan bekerja di kapal, melainkan jadi pelayan restoran dengan upah jauh di bawah ekspektasi.

Carmadi mengatakan, ia dan korban lain dikirim secara ilegal ke negara-negara Eropa, termasuk Spanyol, Portugal, Polandia, dan Yunani, dan harus berjuang untuk bisa bertahan hidup di sana. Pengalaman ini menjadi contoh nyata bagaimana modus penipuan ini bisa merusak kehidupan para korban dan membuat mereka terjebak dalam situasi yang sangat sulit.