Aksi Demonstrasi di Kota Palu Terkait Lahan Eks HGB
Aliansi Perjuangan Masyarakat Kota Palu menggelar aksi demonstrasi di Halaman Kantor Wali Kota Palu, Jl Balai Kota, Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Aksi ini dilakukan pada Rabu (10/9/2025) untuk menuntut pencabutan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang telah habis masa berlakunya atau yang dikenal sebagai lahan eks HGB.
Massa aksi datang menggunakan sebuah pikap hitam yang dilengkapi sound system. Spanduk tuntutan juga dibentangkan di atas mobil. Mereka kemudian ditemui langsung oleh Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid.
Koordinator lapangan aksi, Ismail, menyampaikan bahwa pihaknya mendesak DPRD Kota Palu untuk memfasilitasi pengiriman surat ke DPR RI, khususnya Komisi II. Tujuannya agar DPR RI melakukan RDP dan memanggil semua pihak termasuk BPN, untuk mendesak pencabutan eks HGB.
Ismail menjelaskan bahwa selama hampir 36 tahun lahan berstatus eks HGB tersebut tidak dimanfaatkan. Eks HGB merujuk pada kondisi sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah habis masa berlakunya. Ia menilai bahwa tidak ada tanda-tanda apapun, hanya mereka kuasai.
Lahan Eks HGB itu berada di tiga kelurahan di Kecamatan Mantikulore, yakni Kelurahan Tondo, Talise, dan Talise Valangguni. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya praktik mafia agraria. Ia menegaskan bahwa sudah lebih enam tahun masa berlalunya, tapi sampai saat ini tidak dicabut, ada apa dengan ATR/BPN?
Massa aksi juga sempat menutup akses ke Hunian Tetap (Huntap) II Tondo sebagai bentuk protes. Ismail mengatakan bahwa sebelum pembangunan huntap, pihaknya legowo memberikan lahan. Karena ini persoalan kebencanaan dan dijanjikan sisanya diserahkan ke masyarakat. Tapi sampai sekarang tidak ada, jangankan lahan, patoknya saja tidak ada.
Sementara itu, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid menegaskan bahwa kewenangan pencabutan HGB berada di pemerintah pusat. Ia menyebut pihaknya akan segera menyampaikan persoalan tersebut ke ATR/BPN bersama Pangdam. “Saya bersama Pangdam akan bertemu dan membawa persoalan ini,” tambahnya.
Apa Itu Lahan Eks HGB?
Lahan Eks HGB merujuk pada tanah yang sebelumnya memiliki sertifikat HGB, namun masa berlakunya telah berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui oleh pemegang haknya. Menurut hukum pertanahan di Indonesia, HGB memiliki jangka waktu tertentu maksimal 30 tahun dan bisa diperpanjang. Jika sudah habis, hak tersebut kembali ke negara.
Alur Hukum dan Permasalahan yang Muncul
Secara hukum, setelah HGB berakhir, tanah tersebut idealnya kembali menjadi tanah negara bebas. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi beberapa permasalahan:
- Tidak Dicabutnya Hak Secara Administratif: Meskipun masa berlaku sudah habis, seringkali sertifikat eks HGB tidak langsung dicabut oleh instansi berwenang, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kelambanan ini membuka celah untuk praktik ilegal dan tumpang tindih kepemilikan.
- Klaim oleh Pihak Lain: Lahan eks HGB sering kali menjadi incaran para pihak, termasuk mafia tanah, karena statusnya yang abu-abu. Di sisi lain, masyarakat setempat atau penggarap juga dapat mengklaim lahan tersebut sebagai hak mereka, terutama jika mereka telah menempatinya selama bertahun-tahun.
- Kewenangan yang Tumpang Tindih: Seperti yang terjadi dalam kasus di Kota Palu, kewenangan pencabutan HGB berada di tingkat pusat, bukan di pemerintah daerah. Hal ini membuat pemerintah daerah kesulitan mengambil tindakan cepat dan efektif untuk menyelesaikan sengketa.
- Janji dan Realisasi: Dalam beberapa kasus, pemerintah atau pihak pengembang menjanjikan penggunaan lahan eks HGB untuk kepentingan publik (misalnya perumahan, fasilitas umum) namun janji tersebut tidak terealisasi, sehingga menimbulkan kekecewaan dan protes dari masyarakat.
Permasalahan lahan eks HGB ini tidak hanya menjadi isu lokal, tetapi juga menjadi tantangan besar dalam sistem hukum pertanahan Indonesia. Solusi yang transparan dan partisipatif diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan berkelanjutan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!