
Sektor Transportasi dan Logistik dalam Rencana Pemerintahan 2026
Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD maupun dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026, sektor transportasi dan logistik tidak menjadi fokus utama. Sebaliknya, kata-kata seperti “Indonesia”, “sekolah”, “gizi”, dan “kemiskinan” sering kali muncul dalam berbagai kesempatan.
Meski demikian, dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah tetap mencantumkan program di sektor transportasi, pergudangan, dan logistik sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa sektor transportasi dan pergudangan diharapkan terus memperkuat kontribusi bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah mengambil berbagai langkah strategis, termasuk pengembangan destinasi wisata super prioritas atau prioritas regeneratif. Selain itu, beberapa perbaikan logistik juga direncanakan, seperti dukungan logistik dalam perluasan program MBG, serta integrasi cold storage dalam proyek Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Perhatian Terhadap Transportasi Umum
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai bahwa ketidakhadiran transportasi sebagai prioritas dalam pidato Presiden menunjukkan rendahnya keberpihakan pemerintah dalam pembenahan transportasi umum.
Menurut Djoko, angkutan umum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Pemerintah memiliki tanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sesuai dengan pasal 138 UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam RPJMN 2025—2029, terdapat 20 kota yang akan dibenahi soal angkutan umum. Namun, anggaran untuk skema pembelian layanan (buys the service/BTS) yang diberikan setiap tahun semakin menurun. Pada 2020, anggaran BTS sebesar Rp56 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp292 miliar pada 2021, Rp550 miliar pada 2022, dan mencapai puncaknya pada 2023 sebesar Rp625 miliar.
Namun, tren anggaran BTS mulai turun pada 2024 menjadi Rp437 miliar, lalu turun lagi pada 2025 menjadi Rp177 miliar, dan hanya direncanakan sebesar Rp80 miliar pada tahun depan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kurang memberikan perhatian yang cukup terhadap pembenahan transportasi umum di daerah.
Fokus pada Sektor Perumahan dan Infrastruktur
Dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pembiayaan investasi 2026 tidak lagi diprioritaskan untuk layanan transportasi massal. Berbeda dengan APBN 2025 yang menyasar pengembangan konektivitas dan layanan transportasi massal.
Pembiayaan investasi tahun 2026 diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan, peningkatan kualitas pendidikan, serta penyediaan perumahan bagi MBR. Di masa depan, Prabowo tampaknya masih berfokus pada konektivitas, termasuk proyek infrastruktur strategis seperti LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Selain itu, pemerintah juga menunjukkan keberpihakan dengan meningkatkan subsidi kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) terhadap KAI. Subsidi PSO untuk KAI pada tahun depan akan naik menjadi Rp9,01 triliun dari Rp7,95 triliun pada tahun 2025.
Tidak hanya itu, Prabowo juga berencana menambah jumlah bandara berstatus internasional di puluhan daerah demi mendongkrak perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur dan memperkuat sektor-sektor penting dalam perekonomian.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!