
Demonstrasi di DPR Memicu Perhatian Media dan Analis Politik
Pada suatu hari yang tak terduga, langit Senayan ditutupi oleh asap gas air mata sementara teriakan massa menembus barikade kawat berduri. Jalanan yang biasanya penuh kendaraan tiba-tiba berubah menjadi tempat perlawanan yang menggelegar. Aksi ini dipicu oleh tunjangan jumbo yang diberikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebesar Rp50 juta per bulan, yang akhirnya menarik perhatian media asing serta analis politik.
Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu, juga turut memberikan komentarnya terkait demo tersebut melalui akun X pribadinya, @msaid_didu. Ia menyatakan bahwa ada hal penting yang harus diperhatikan dari aksi demonstrasi kali ini.
“Fakta: jumlah massa cukup besar dan militan, meskipun koordinator mereka tidak jelas, serta aksi ini disiarkan langsung oleh TV dan media mainstream,” tulis Said Didu di X, dikutip pada Senin, 25 Agustus 2025.
Apakah Demo Digerakkan Oleh Geng Solo?
Said Didu juga menyampaikan dugaan bahwa aksi tersebut mungkin digerakkan oleh pihak tertentu seperti “Geng Solo” atau oligarki demi melemahkan Presiden Prabowo. Namun, ia menegaskan bahwa risiko lebih besar jika aksi ini bersifat organik—lahir dari rakyat yang merasa muak terhadap elite politik.
“Jika ini yang terjadi dan pemimpin tidak peka, maka bisa jadi potensi kemarahan rakyat yang tidak terkendali,” ujarnya dengan tegas.
Media Mulai Bosan Dengan Elite?
Menurut Said Didu, sorotan media arus utama bisa menjadi indikasi yang signifikan. Ia menambahkan bahwa media yang menyiarkan aksi ini mungkin karena sudah mulai bosan dengan kebohongan-kebohongan politik dan sikap hedonis para pemimpin.
Bagi Said Didu, demo kali ini bukan hanya sekadar reaksi spontan, tetapi bisa menjadi titik balik dalam kepercayaan publik. Ia berharap agar para elite segera berubah sikap dan menunjukkan empati nyata terhadap penderitaan rakyat.
CNA: Tunjangan DPR 10 Kali Lipat UMR Jakarta
Media asing, Channel News Asia (CNA), juga menyoroti demonstrasi di Jakarta dengan judul “Demonstran di Indonesia mengecam tunjangan perumahan baru sebesar US$3.000 per bulan untuk anggota parlemen.” Dalam artikelnya, CNA menekankan besarnya tunjangan DPR yang setara hampir 10 kali lipat Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta.
Sorotan semakin tajam karena kebijakan ini diumumkan hanya beberapa hari setelah Presiden Prabowo Subianto berpidato tentang efisiensi belanja negara pada 15 Agustus. Bagi CNA, ironi ini menjadi gambaran nyata jurang sosial: rakyat yang hidup dengan Rp 50 ribu sehari berhadapan dengan parlemen yang memberi dirinya tunjangan setara biaya sewa rumah mewah di kawasan elite ibu kota.
Penyebab Kekacauan
Aksi demonstrasi yang terjadi menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait tunjangan yang dinilai tidak proporsional. Banyak warga merasa bahwa uang yang dialokasikan untuk tunjangan anggota DPR seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, aksi ini juga mencerminkan tingginya harapan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Mereka ingin melihat tindakan nyata dari para pemimpin, bukan hanya pidato kosong.
Tantangan Ke depan
Para analis memperingatkan bahwa jika masalah ini tidak segera ditangani dengan baik, dapat memicu gelombang protes yang lebih besar. Pemimpin harus mampu membaca situasi dengan tepat dan mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk menjaga stabilitas negara.
Tidak hanya itu, masyarakat juga diharapkan bisa lebih aktif dalam menyampaikan aspirasinya secara damai dan konstruktif. Dengan demikian, harapan akan perubahan yang lebih baik dapat tercapai.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!