Purbaya Bongkar Kesalahan Kebijakan Krisis Moneter 1997-1998

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peringatan Menteri Keuangan tentang Bahaya Krisis Moneter

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, memberikan peringatan mengenai risiko krisis moneter yang bisa kembali mengganggu perekonomian Indonesia jika kebijakan yang diambil tidak tepat. Menurutnya, pengalaman krisis pada tahun 1997–1998 menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan yang tidak seimbang dapat memperburuk situasi ekonomi.

Purbaya menjelaskan bahwa saat itu Bank Indonesia (BI) melakukan peningkatan suku bunga hingga 60 persen untuk menjaga stabilitas rupiah. Namun, di sisi lain, pencetakan uang meningkat drastis hingga 100 persen. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem ekonomi dan berdampak negatif terhadap sektor riil.

“Kebijakan tersebut sangat tidak seimbang. Bunga tinggi menghancurkan sektor ekonomi, sementara pencetakan uang justru digunakan untuk menyerang nilai tukar rupiah. Akibatnya, kita membiayai kehancuran ekonomi tanpa sadar,” kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.

Kesalahan dalam Pengambilan Kebijakan Saat Pandemi

Purbaya juga menyampaikan bahwa kesalahan dalam pengambilan kebijakan pernah terjadi selama masa pandemi COVID-19. Meskipun suku bunga diturunkan, pertumbuhan uang beredar justru mengalami minus hingga 15,3 persen. Situasi ini membuat perekonomian terasa “dicekik”.

Ia mengungkapkan bahwa dirinya sempat dipanggil ke istana dan memberikan rekomendasi agar likuiditas ditingkatkan kembali. “Saya bilang, ya sudah dibalikin lagi aja. Bagaimana caranya? Ya sudah biarkan kurangi penyerapan dari sistem. Terus apa lagi, tambah uang ke sistem dari sisi fiskal juga pak,” tuturnya.

Kebijakan Efektif di Tahun 2021

Pada tahun 2021, kondisi ekonomi mulai membaik setelah pemerintah mengalirkan dana sebesar Rp300 triliun dari BI ke sistem perbankan. Dana tersebut membantu meningkatkan pertumbuhan uang beredar yang sebelumnya turun hingga 15,3 persen pada Maret 2020.

“Setelah transfer dana dilakukan, laju pertumbuhan uang naik dari minus ke double digit sebesar 11 persen. Bank sentral juga menjaga pertumbuhan uang tetap di atas 20 persen. Itu yang menyelamatkan ekonomi kita,” jelas Purbaya.

Penyerapan Likuiditas yang Terlalu Ketat

Purbaya menyoroti perlambatan ekonomi Indonesia sejak pertengahan 2023, yang disebabkan oleh penyerapan likuiditas yang terlalu ketat. Kondisi ini membuat pertumbuhan uang beredar anjlok hingga nol menjelang paruh kedua 2024 dan berdampak signifikan pada sektor riil.

“Sejak pertengahan 2023, pertumbuhan uang beredar melambat hingga nol. Ini membuat ekonomi melambat dan sektor riil kesulitan. Semua merasa sulit,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa perlambatan ini bukan hanya disebabkan oleh faktor global, tetapi juga oleh kesalahan kebijakan dalam negeri. “Padahal 90 persen perekonomian kita didorong oleh permintaan domestik. Jadi kebijakan fiskal dan moneter kita sendiri yang paling mengganggu,” tambahnya.

Kondisi Sempat Membaik Namun Turun Lagi

Purbaya menjelaskan bahwa pada Januari hingga April 2025, kondisi ekonomi sempat membaik. Pertumbuhan uang beredar bahkan mencapai 7 persen pada April. Ia sempat optimistis bahwa Indonesia mulai keluar dari krisis.

Namun, tren positif ini tidak bertahan lama. Pada Mei, Juni, Juli, dan Agustus, pertumbuhan uang beredar kembali turun hingga mencapai nol persen. Hal ini menunjukkan bahwa perlambatan ekonomi pada 2024 masih terasa dan belum sepenuhnya pulih.