
Pemerintah Akan Menarik Dana Rp200 Triliun dari Bank Indonesia untuk Perkuat Likuiditas Perbankan
Pemerintah akan menarik dana sebesar Rp200 triliun yang tersimpan di Bank Indonesia (BI) dan menyuntikkan uang tersebut ke sistem perbankan. Tujuannya adalah untuk memperkuat likuiditas dan mendorong pertumbuhan sektor riil. Langkah ini merupakan salah satu inisiatif awal yang diambil oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, setelah dilantik sebagai bendahara negara.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR pada Rabu (10/9/2025), Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kas sebesar Rp425 triliun di rekening BI. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp200 triliun akan dialirkan kembali ke sistem perbankan agar dapat digunakan dalam operasional ekonomi. Ia menekankan pentingnya menjaga likuiditas agar tidak terjadi penurunan kinerja sektor riil akibat kebijakan moneter dan fiskal yang terlalu ketat.
Purbaya mengungkapkan bahwa langkah ini juga didasarkan pada pelajaran dari berbagai krisis sebelumnya, seperti krisis 1998, 2008, hingga pandemi 2020. Kunci utama dari pengambilan kebijakan adalah menjaga aliran uang dalam sistem agar ekonomi tetap berjalan lancar.
Ia juga memberikan laporan kepada Presiden Prabowo Subianto tentang rencana penyuntikan dana tersebut. Skema yang direncanakan mirip dengan mekanisme nasabah yang menabung dalam bentuk deposito. Jika pemerintah membutuhkan kembali dana tersebut, maka akan diambil kembali. Namun, selama masa penyuntikan, dana tersebut harus berada dalam sistem perekonomian dan tidak diserap kembali oleh BI.
Menurut Purbaya, penyaluran dana tersebut akan diserahkan kepada perbankan. Ia berharap bank tidak hanya menggunakan dana tersebut untuk membeli SUN (Surat Utang Negara) lagi, tetapi lebih menyalurkannya dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Hal ini bertujuan agar perbankan memiliki banyak uang tunai dalam waktu singkat, sehingga mendorong aktivitas ekonomi.
Kondisi Likuiditas Perbankan Saat Ini
Secara umum, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa kondisi likuiditas industri perbankan pada Juli 2025 masih memadai. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing mencapai 119,43% dan 27,08%, yang berada di atas threshold masing-masing 50% dan 10%. Sementara itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 205,26%.
Himpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 7,00% YoY, menjadi Rp9.294 triliun. Pertumbuhan simpanan giro, tabungan, dan deposito masing-masing mencapai 10,72%, 5,91%, dan 4,84%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa kondisi likuiditas bank-bank BUMN tetap terjaga. LCR dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing berada di rentang 129,80% hingga 187,04% dan 110,37% hingga 143,02%, yang berada di atas threshold 100%.
OJK juga menilai bahwa likuiditas perbankan saat ini masih cukup besar dan mampu mengantisipasi peningkatan penyaluran kredit atau pembiayaan. Ia mengimbau bank untuk tetap memperhatikan prinsip manajemen risiko dan tata kelola yang baik dalam menjalankan aktivitas operasional perkreditan/pembiayaan.
Rasio Pinjaman Terhadap Simpanan (LDR)
Berdasarkan laporan keuangan semester I/2025 dan kuartal I/2025 (khusus Bank Mandiri), BNI, dan BRI, rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) berada di bawah 90%. Masing-masing bank mencatatkan angka 86,18% dan 84,97%. Sementara itu, BTN dan Bank Mandiri memiliki rasio LDR yang lebih tinggi, yaitu 92,6% dan 93,5%.
Jika rasio LDR semakin tinggi, artinya bank menyalurkan lebih banyak kredit dibandingkan dengan simpanan yang dihimpun. Meski hal ini dapat meningkatkan pendapatan bank, namun juga berpotensi mengurangi likuiditas dan meningkatkan risiko perbankan. Oleh karena itu, penting bagi bank untuk menjaga keseimbangan antara penyaluran kredit dan pengelolaan simpanan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!