
Keterlibatan Dua Personel Kopassus dalam Kasus Pembunuhan
Kasus pembunuhan terhadap Muhammad Ilham Pradipta, Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) BRI Cempaka Putih, menunjukkan keterlibatan dua personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat. Menurut informasi yang diperoleh, kedua tersangka menerima uang sebesar Rp 150 juta dari pelaku luar militer untuk operasional tindakan kriminal. Hal ini memicu pertanyaan tentang bagaimana dua prajurit TNI AD bisa terlibat dalam tindakan ilegal.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, menegaskan bahwa prajurit TNI tidak boleh dibayar untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Ia menyatakan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap sebagai indikasi keseluruhan prajurit TNI AD bersikap demikian. "Tidak bisa dikatakan bahwa prajurit TNI AD bisa di-hire untuk kegiatan kriminal," ujarnya saat diwawancara di Monas, Jakarta Pusat pada Sabtu, 20 September 2025.
Menurutnya, keterlibatan dua personel Kopassus dalam kasus ini adalah urusan pribadi dan tidak terkait dengan satuan mereka. Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI AD, juga telah memberikan peringatan kepada seluruh jajarannya untuk menjaga sikap dalam membantu masalah rakyat, terutama jika tidak berkaitan dengan hukum atau aktivitas ilegal.
Selain itu, ia mengingatkan prajurit TNI untuk lebih hati-hati dalam pergaulan sosial. Sebab, kata dia, perilaku prajurit di lingkungan dapat memengaruhi citra institusi. "Jadi kalau ada permohonan bantuan, pertimbangkan manfaatnya untuk satuan, kerugian untuk personal maupun satuan," katanya.
Pelaku Utama dalam Kasus Ini
Dua personel Kopassus yang terlibat dalam kasus ini adalah Kopral Dua Feri Herianto dan Sersan Kepala Mohammad Nasir. Komandan Pomdam Jaya, Kolonel CPM Donny Agus, menjelaskan bahwa keduanya berperan dalam penculikan hingga penganiayaan korban. Keterlibatan mereka dimulai dari ajakan seorang bernama Yohanes Joko, yang merupakan tetangga dari Serka Nasir.
Yohanes Joko menawarkan pekerjaan kepada Serka Nasir untuk menculik korban. Ia juga memberikan uang Rp 150 juta untuk operasional. Serka Nasir kemudian membagikan sebagian dari uang tersebut kepada Kopda Feri sebesar Rp 95 juta. Penyerahan uang puluhan juta ini dilakukan ketika keduanya bertemu di sebuah kafe di daerah Rawamangun.
Kopda Feri menggunakan uang tersebut untuk membentuk tim penculik almarhum Ilham. Ia memberikan dana sebesar Rp 45 juta kepada pimpinan tim penculik, Erasmus Wawo. Uang tersebut kemudian dibagikan ke empat rekan lainnya masing-masing sebesar Rp 8 juta.
Serka Nasir termasuk dalam kategori auktor intelektualis sekaligus pelaku penganiayaan. Alasannya, Nasir ketika itu juga ikut memegangi dada korban agar tidak memberontak. Setelah korban diletakkan di tempat tersebut, Serka N meninggalkan lokasi.
Struktur Pelaku dalam Kasus Pembunuhan
Kepolisian telah mengungkap empat kluster dalam kasus pembunuhan ini dengan total 15 pelaku. Kluster pertama adalah auktor intelektualis, yaitu Candy alias Ken, Dwi Hartono, Yohanes Joko, serta Antonius. Kluster kedua adalah tim yang bertugas membuntuti, yang terdiri atas Rohmat Sukur, Eka, dan Wiranto.
Kemudian ada tim penculik, yaitu Erasmus Wawo, Emanuel Woda Berto, Johanes Ronald Sebenan, Andre Tomatala, serta Reviando. Tim penculik kemudian menyerahkan korban kepada pelaku penganiayaan, yaitu Nasir, David, dan Neo. Ketiga orang inilah yang kemudian membuang korban lalu pergi begitu saja.
Vedro Imanuel berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!