
Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan 2 Menteri dan 33 Wakil Menteri ke KPK
Sejumlah organisasi masyarakat sipil melaporkan dua menteri dan 33 wakil menteri di kabinet Presiden Prabowo Subianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dan konflik kepentingan yang timbul dari praktik rangkap jabatan para pejabat negara tersebut sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Laporan yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TI Indonesia), dan Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA) FH UGM, menyoroti adanya pelanggaran terhadap berbagai peraturan perundang-undangan. Menurut koalisi, praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membuka celah korupsi melalui penghasilan ganda dan melemahkan fungsi pengawasan di BUMN.
"Rangkap jabatan ini menimbulkan potensi korupsi karena penghasilan yang diperoleh dari dua jabatan berbeda. Selain itu, rangkap jabatan semakin memperkuat praktik konflik kepentingan dalam pengelolaan BUMN," ujar perwakilan koalisi, Bagus Pradana dari TI Indonesia, dalam keterangan tertulis.
Koalisi menilai bahwa situasi ini sangat ironis mengingat Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraannya pada 15 Agustus 2025 secara spesifik menyebut korupsi di BUMN sebagai masalah besar. Namun, justru para pembantunya dinilai merestui rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Praktik ini, menurut koalisi, mengabaikan pelajaran dari skandal korupsi besar di BUMN seperti PT Asabri dan PT Jiwasraya, di mana Ombudsman RI pada 2019 menemukan adanya kelemahan sistem pengawasan yang salah satunya disebabkan oleh rangkap jabatan dewan komisaris.
Penjelasan Wakil Menteri BUMN
Wakil Menteri BUMN, Aminuddin Ma'ruf, memberikan respons atas laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil terhadap dirinya dan 32 wakil menteri lainnya ke KPK. Ia hanya menjawab singkat saat ditanya tentang laporan tersebut.
"Masa saya yang dilapori, saya yang komentar, enggak etislah," kata Aminuddin, Jumat (22/8/2025). Ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut dan kembali duduk di kursinya tanpa berkomentar lebih lanjut.
Pelanggaran Aturan yang Terbuka
Koalisi masyarakat sipil mengungkap lima aturan yang secara gamblang dilanggar oleh praktik rangkap jabatan ini:
- UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: Pasal 23 secara eksplisit melarang menteri merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara. Larangan ini juga berlaku bagi wakil menteri sesuai Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019.
- UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN: Pasal 27B melarang komisaris merangkap jabatan lain yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
- UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Pasal 17 melarang pelaksana pelayanan publik dari instansi pemerintah untuk merangkap sebagai komisaris.
- UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Praktik ini dianggap melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kepastian hukum.
- Peraturan Menteri BUMN No. PER-3/MBU/03/2023: Aturan internal BUMN sendiri mensyaratkan anggota Dewan Komisaris tidak sedang menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Permintaan Koalisi kepada Pemerintah
Atas dasar pelanggaran aturan tersebut, koalisi mendesak dua hal utama:
- Meminta KPK untuk segera memproses hukum laporan ini dan merekomendasikan kepada Presiden untuk melarang total praktik rangkap jabatan.
- Meminta Presiden untuk memberhentikan seluruh menteri dan wakil menteri yang saat ini merangkap jabatan.
Tanggapan KPK
Menanggapi laporan tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan apresiasinya terhadap perhatian masyarakat sipil dalam upaya pemberantasan korupsi. Ia menilai laporan ini sebagai langkah mitigasi untuk mencegah potensi konflik kepentingan.
"Tentu kami memandang laporan aduan tersebut sebagai bentuk kecintaan teman-teman untuk memitigasi dan mencegah supaya potensi-potensi adanya benturan kepentingan dalam pelaksanaan pemerintahan ini bisa kita cegah," ujar Budi.
Ia menambahkan bahwa KPK akan terlebih dahulu mengkaji laporan dari akademisi dan masyarakat sipil sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!