Kisah 15 Eks ODGJ Bondowoso yang Penuh Perjuangan dan Bangga

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Kisah 15 Eks ODGJ Bondowoso yang Penuh Perjuangan dan Bangga

Perayaan HUT Kemerdekaan yang Berbeda dan Menyentuh

Perayaan HUT Kemerdekaan Ke-80 RI tahun 2025 di Bondowoso berlangsung dengan cara yang tidak biasa. Biasanya, perayaan ini dirayakan dengan berbagai lomba dan kegiatan, termasuk pertunjukan drama. Namun kali ini, sebuah drama berjudul "Selendang Sutra" menjadi sorotan utama karena peserta yang terlibat bukanlah orang biasa.

Drama ini menghadirkan 15 pemeran yang merupakan eks ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) atau pengidap gangguan jiwa. Penampilan mereka di Pendopo Kecamatan Curahdami pada malam Sabtu (23/8/2025) menarik banyak perhatian penonton. Meski ada beberapa hal tak terduga selama proses latihan, akhirnya pertunjukan ini sukses membangkitkan rasa nasionalisme dan kebanggaan bagi para penonton.

Alur cerita drama "Selendang Sutra" menceritakan tokoh utama bernama Komandan yang berjuang saat masa penjajahan. Di tengah kisah perjuangan tersebut, juga disisipkan kisah cinta antara Komandan dan wanita bernama Siti yang memiliki selendang sutra. Drama ini tidak hanya menyampaikan pesan sejarah, tetapi juga memberikan makna mendalam tentang semangat perjuangan dan cinta.

Menurut Junaidi, Ketua Gabungan Apresiasi Seni (GAS) Bondowoso, ini adalah pertama kalinya GAS melakukan kolaborasi dengan eks ODGJ dalam jumlah besar. Proses persiapan dilakukan selama sekitar satu bulan dengan jadwal latihan dua hingga tiga kali seminggu. Setiap peserta memiliki peran yang berbeda, mulai dari tokoh utama, pemain musik, hingga penyanyi live.

Salah satu peserta ternyata dulunya adalah seorang penyanyi. Ia membawakan dua lagu, yaitu "Selendang Sutra" dan "Rindu Lukisan". Meskipun awalnya ragu untuk tampil, ia akhirnya berhasil melewati trauma yang ia alami.

Latihan dengan eks ODGJ tidak selalu mudah. Ada beberapa situasi yang tidak terduga, seperti ketika salah satu peserta tiba-tiba membawa celurit atau tertawa saat seharusnya sedih. Junaidi mengakui bahwa latihan ini membutuhkan kesabaran dan pengertian. Bahkan, ada saat-saat di mana ia harus menghentikan sesi latihan jika melihat ekspresi kosong atau perilaku yang tidak sesuai.

Meski begitu, penampilan akhirnya berjalan lancar. Beberapa adegan yang seharusnya tegang justru diubah menjadi tarian. Ada juga adegan di mana karakter seharusnya mati ditembak, tetapi justru tertawa. Untuk menghindari kesalahan skenario, Junaidi memastikan ada dua anggota GAS yang ikut berperan di setiap adegan eks ODGJ. Hal ini membantu mengembalikan alur cerita jika terjadi kesalahan.

Tidak semua peserta bisa mengikuti latihan secara mandiri. Untuk yang bermain musik, ada pendamping dari anggota GAS yang hanya memberi panduan jika terjadi kesalahan. Dari 15 peserta, hanya empat orang yang memerlukan pendamping, sementara sisanya tetap dipantau.

Junaidi menjelaskan bahwa eks ODGJ yang terlibat dalam drama ini diberi peran sebagai tokoh protagonis atau baik. Sedangkan peran antagonis sebagai penjajah diberikan kepada anggota GAS. Alasan ini berasal dari konsep terapiotik casting. Jika seseorang memiliki sifat temperamental, maka akan diberi peran yang sebaliknya agar bisa belajar mengendalikan emosi.

Ia berharap dengan partisipasi eks ODGJ dalam seni, mereka bisa kembali merasa dihargai dan diakui. "Karena mereka juga sama seperti kami, jadi harus kita rangkul untuk berkesenian," ujarnya.

Pertunjukan ini tidak hanya menjadi pembelajaran bagi peserta, tetapi juga bagi para penonton. Mereka tidak tahu bahwa pemeran adalah eks ODGJ, sehingga dapat menikmati pertunjukan tanpa prasangka. Junaidi mengakui bahwa meskipun ada risiko, ia sangat bersyukur atas keberhasilan acara ini. "Alhamdulillah, pertunjukan semalam sukses," katanya.