Kasus Korupsi DPRD Kepahiang: Mantan Ketua dan Wakil Jadi Tersangka

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Kasus Korupsi DPRD Kepahiang: Mantan Ketua dan Wakil Jadi Tersangka

Kasus Korupsi DPRD Kepahiang: Dua Mantan Pemimpin Ditetapkan sebagai Tersangka

Kasus korupsi yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepahiang, Provinsi Bengkulu kembali menghadirkan para tersangka baru. Dua mantan pemimpin DPRD periode 2019-2024, yaitu eks Ketua Windra Purnawan dan eks Wakil Ketua I Andrian Defandra (Aan), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dengan modus perjalanan dinas fiktif.

Penetapan tersangka ini dilakukan oleh penyidik di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepahiang pada Jumat (15/8/2025) malam. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Kota Bengkulu. Menurut penghitungan penyidik, kerugian negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp 12 miliar.

Selain dua mantan pimpinan DPRD, penyidik juga menetapkan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Mereka termasuk eks Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kepahiang, Roland Yudhistira, serta dua eks bendahara, yaitu Yusrinaldi dan Didi Rinaldi. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak Rabu (7/5/2025).

Tidak berhenti sampai di situ, penyidik juga menetapkan lima orang tersangka lainnya. Mereka adalah mantan anggota DPRD periode 2019-2024. Lima nama yang ditetapkan sebagai tersangka adalah RM Johanda, Joko Triono, Maryatun, Budi Hartono, dan Nanto Usni. Penetapan tersangka ini dilakukan pada Rabu (16/7/2025) sore.

Awal Mula Kasus Korupsi

Kasus ini bermula dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2024. Laporan tersebut menunjukkan adanya Tuntutan Ganti Rugi (TGR) di DPRD Kepahiang sebesar Rp 11,4 miliar. Berdasarkan temuan BPK, terdapat belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan, kelebihan pembayaran akomodasi penginapan, serta kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas antara tahun 2021 hingga 2023.

Setelah laporan BPK diterima, penyidik di Pidsus Kejari Kepahiang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Pada Selasa (10/12/2024), penyidik melakukan penggeledahan di kantor DPRD Kepahiang dan mengamankan sejumlah dokumen penting.

Pada awal Januari 2025, penyidik mulai memanggil sejumlah pihak sebagai saksi. Salah satunya adalah Roland Yudhistira, yang saat itu masih menjabat sebagai Sekwan, serta beberapa staf DPRD Kepahiang lainnya. Dalam proses penyidikan ini, seluruh anggota DPRD periode 2019-2024 diminta untuk melakukan pengembalian TGR dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Pengembangan Kasus

Seiring dengan perkembangan penyidikan, tiga tersangka awal, yaitu Roland Yudhistira, Yusrinaldi, dan Didi Rinaldi, menjadi bagian dari pengembangan kasus. Dari keterangan mereka, penyidik terus melanjutkan investigasi hingga akhirnya menetapkan lima mantan anggota DPRD Kepahiang periode 2019-2024 sebagai tersangka.

Akhirnya, pada Jumat (15/8/2025) malam, dua eks pimpinan DPRD, Windra Purnawan dan Aan, ditetapkan sebagai tersangka. Mereka disebut sebagai otak atau mastermind dalam kasus korupsi ini.

Peran Eks Pemimpin DPRD

Menurut Kasi Pidsus Kejari Kepahiang, Febrianto Ali Akbar, kasus korupsi ini dimulai saat kedua tersangka meminta eks Sekwan, Roland Yudhistira, untuk mengeluarkan dana non-budgeter. Dana tersebut kemudian diberikan kepada kedua tersangka.

Roland Yudhistira, bersama dua eks bendahara, Yusrinaldi dan Didi Rinaldi, sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Dengan permintaan dana tersebut, para tersangka membuat surat perjalanan dinas fiktif, baik untuk anggota maupun diri mereka sendiri.

"Keduanya membuat surat perintah perjalanan dinas fiktif, baik untuk anggota, ataupun diri mereka sendiri," ujar Febri kepada media, Jumat (15/8/2025) pukul 22.08 WIB.

Dari tindakan ini, Windra dan Aan, bersama Roland Yudhistira, terus melakukan tindakan melawan hukum. Hal ini akhirnya menyebabkan terciptanya TGR sebesar Rp 11,4 miliar yang menjadi temuan dalam LHP BPK.