Indef Dukung Penyaluran Rp200 Triliun ke Perbankan, Tapi...

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Langkah Pemerintah dalam Menarik Dana dari Bank Indonesia

Pemerintah telah mengambil langkah penting dengan menarik dana sebesar Rp200 triliun yang terparkir di Bank Indonesia (BI) untuk disalurkan kembali ke sistem perbankan. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan likuiditas dan memperkuat sektor riil. Meski demikian, efektivitasnya masih bergantung pada respons sektor ekonomi nyata serta penyaluran yang tepat sasaran.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menyambut baik inisiatif pemerintah tersebut. Ia menilai bahwa kebijakan ini dapat menjadi momentum positif bagi perekonomian nasional. Dalam pandangannya, langkah ini bisa dikategorikan sebagai quick win, yaitu hasil cepat yang mampu menjaga likuiditas sekaligus memberikan sinyal agresivitas fiskal.

Menurut Rizal, prinsip dasar dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi inefisiensi penggunaan kas negara yang selama ini hanya berada dalam bentuk tabungan tanpa memberikan dampak langsung ke sektor riil. Dengan masuknya dana tersebut ke sistem perbankan, likuiditas akan semakin membaik dan membuka ruang untuk penyaluran kredit yang lebih besar kepada dunia usaha.

Namun, ia juga menyoroti bahwa efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada daya serap sektor riil dan tingkat kepercayaan pelaku usaha. Jika ketidakpastian ekonomi masih tinggi, maka ada risiko besar bahwa dana tersebut hanya berhenti di perbankan sebagai excess reserve, bukan mengalir ke kredit produktif.

Untuk memastikan adanya multiplier effect, Rizal menekankan pentingnya desain penyaluran yang lebih terarah dan fokus pada sektor prioritas seperti pangan, energi, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan demikian, dampak penggandaan terhadap pertumbuhan ekonomi akan benar-benar tercapai.

Dari sisi stabilitas harga, Rizal mengingatkan bahwa injeksi dana dalam skala besar memiliki konsekuensi ganda. Jika dana tersebut terlalu cepat masuk ke konsumsi tanpa disertai peningkatan kapasitas produksi, maka tekanan inflasi bisa meningkat, terutama pada komoditas pangan menjelang akhir tahun.

Sebaliknya, jika dana tersebut dialokasikan untuk penguatan sisi suplai seperti distribusi pangan, subsidi energi yang tepat sasaran, atau dukungan produktivitas, maka dampaknya justru dapat menahan inflasi. Oleh karena itu, koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi kunci agar stimulus ini tidak sekadar ekspansif tetapi juga disiplin, inklusif, dan terukur.

Rizal menyimpulkan bahwa kebijakan ini merupakan sinyal awal bahwa pemerintah tidak ingin pasif menghadapi perlambatan ekonomi. Di samping itu, keberhasilannya akan diuji oleh kombinasi strategi: kecepatan eksekusi, kualitas target, dan kemampuan menjaga keseimbangan antara dorongan pertumbuhan dan stabilitas inflasi.

Langkah Awal Menteri Keuangan Baru

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah merancang beberapa langkah awal setelah dilantik sebagai bendahara negara. Salah satunya adalah mengembalikan kas pemerintah yang terparkir di Bank Indonesia ke sistem keuangan agar likuiditas terjaga.

Purbaya mengingatkan pelajaran terpenting dari krisis 1998, 2008, hingga pandemi 2020, yaitu kebijakan moneter dan fiskal yang terlalu ketat akan membuat likuiditas di sistem kering, sehingga menekan kinerja sektor riil.

Setelah dilantik pada Senin (8/9/2025), Purbaya melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa pemerintah memiliki kas sebesar Rp425 triliun di rekening Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, Rp200 triliun akan segera dialirkan ke sistem perbankan agar bisa menggerakkan sektor riil.

Ia menjelaskan bahwa jika dana tersebut masuk ke sistem, pihak Bank Indonesia tidak akan menyedot uang tersebut. Sebaliknya, mereka akan menjalankan kebijakan moneter, sedangkan pemerintah dari sisi fiskal akan menjalankan perannya. Dengan begitu, ekonomi akan bisa hidup kembali.

Purbaya juga berkomitmen untuk memperbaiki serapan anggaran yang kerap lambat. Ia berjanji akan memonitor kinerja belanja secara rutin dan meminta unit-unit kementerian/lembaga untuk mempercepat eksekusi program.

Dalam kesempatan tersebut, Purbaya membandingkan era kepemimpinan sebelumnya. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pertumbuhan ekonomi rata-rata hampir 6% karena laju pertumbuhan uang primer mencapai 17%, sehingga kredit swasta bisa tumbuh 22%. Sementara itu, pada era Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi rata-rata sedikit di bawah 5% lantaran uang beredar hanya tumbuh sekitar 7%, bahkan sempat 0% dalam dua tahun terakhir sebelum krisis.

Oleh karena itu, Purbaya akan berupaya menggabungkan kekuatan sektor swasta seperti pada era SBY dengan fiskal pemerintah seperti pada era Jokowi. Dengan demikian, mantan Ketua DK LPS itu meyakini pertumbuhan ekonomi 6,5% bukan mustahil tercapai.

Ia menegaskan bahwa agen-agen ekonomi memiliki otak sendiri dan pemerintah tidak mungkin mengontrol semua agen ekonomi untuk berjalan. Namun, ia akan menciptakan kondisi di mana mereka berpikir dan berjalan serta bisa tumbuh, bisa berbisnis dengan suasana situasi yang ada. Itulah yang ingin diciptakan.