Gelombang Politik Menggulingkan Pemimpin: Nepal, Prancis, dan Thailand

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Situasi Politik yang Tidak Stabil di Beberapa Negara

Beberapa negara sedang menghadapi situasi politik yang tidak stabil belakangan ini. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi yang memburuk dan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin mereka. Akibatnya, banyak pemimpin negara harus mundur dari jabatannya, sementara beberapa pejabat tinggi juga digulingkan.

Berikut adalah daftar negara-negara yang mengalami perubahan signifikan dalam pemerintahannya:

Nepal: Demonstrasi dan Kekacauan yang Menggulingkan Perdana Menteri

Di Nepal, demonstrasi besar-besaran terjadi akibat pemblokiran 26 platform media sosial seperti Instagram, YouTube, Facebook, dan WhatsApp. Pemblokiran ini dilakukan karena platform tersebut tidak mendaftarkan diri sesuai batas waktu yang ditentukan. Aksi ini dimulai dari kalangan anak muda dan generasi Z yang sering mengunggah informasi tentang kehidupan mewah keluarga dan anak-anak politikus serta pegawai negeri sipil yang korup.

Pemerintah Nepal akhirnya membuka kembali akses ke media sosial pada Senin (8/9), namun kekecewaan masyarakat sudah sangat besar. Mereka merasa bahwa pemerintah tidak menjawab isu korupsi dan gaya hidup mewah para pejabat. Demonstrasi pun meledak, yang berujung pada kerusuhan.

Sebanyak 19 orang tewas pada Senin (8/9) dan tiga orang tambahan pada Selasa (9/9), sehingga total korban meninggal mencapai 22 orang. Kerusuhan ini menjadi yang terburuk dalam beberapa dekade di Nepal. Massa bahkan membakar rumah pribadi Perdana Menteri KP Sharma Oli serta kediaman sejumlah politikus lainnya. Bandara Kathmandu juga ditutup karena asap dari kebakaran.

Akibat tekanan besar dari rakyat, Perdana Menteri Oli mengundurkan diri pada hari Selasa (9/9). Ia menyatakan pengunduran dirinya untuk memfasilitasi penyelesaian masalah secara politis sesuai konstitusi.

Prancis: Pergantian Perdana Menteri yang Berulang

Di Prancis, situasi politik juga tidak stabil. Parlemen melengserkan Francois Bayrou dari jabatan Perdana Menteri sejak 8 September lalu. Mayoritas anggota parlemen menolak rencana Bayrou untuk memangkas anggaran sebesar €44 miliar dalam APBN 2026. Rencana ini bertujuan untuk menekan defisit anggaran dari 5,8% PDB menjadi 4,6% pada 2026.

Namun, rencana ini tidak mendapat dukungan luas, termasuk dari partai oposisi. Hasilnya, pemerintahan Bayrou tumbang dengan 364 suara menolak dan hanya 194 suara dukungan. Presiden Emmanuel Macron kemudian menunjuk Sebastien Lecornu sebagai Perdana Menteri baru.

Lecornu menjadi perdana menteri ketiga yang ditunjuk oleh Macron dalam setahun terakhir. Ia diberi tugas untuk menyatukan partai-partai yang terpecah di parlemen agar dapat meloloskan rancangan APBN tahun depan. Namun, pergantian tiga perdana menteri dalam setahun membuat publik merasa bahwa pemerintah gagal menyelesaikan masalah.

Demonstrasi di Prancis semakin besar, dengan slogan “blokir semuanya”. Protes ini melibatkan blokade jalan dan penutupan sekolah serta fasilitas transportasi. Pemerintah menyiagakan sekitar 80 ribu polisi untuk mencegah kerusuhan.

Thailand: Pemecatan Perdana Menteri dan Pergantian Kepemimpinan

Di Thailand, Anutin Charnvirakul terpilih sebagai Perdana Menteri ke-32 menggantikan Paetongtarn Shinawatra. Ia berhasil meraih 311 suara dari 492 anggota parlemen, sementara saingannya, Chaikasem Nitisiri, meraih 152 suara.

Paetongtarn dipecat oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada 29 Agustus 2025 karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Pelanggaran itu terkait dengan rekaman percakapan telepon antara Paetongtarn dan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen. Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn menyebut Hun Sen dengan panggilan personal dan menyatakan akan mengakomodasi permintaan Kamboja.

Sikap ini dinilai menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan nasional, sehingga merusak reputasi Thailand dan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya. Keputusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi awal dari perubahan kepemimpinan di Thailand.