Fakta Demo di Nepal yang Mengakibatkan Gedung Dibakar!

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kerusuhan di Nepal yang Berujung pada Kekacauan Besar

Pada awal bulan September 2025, sebuah aksi demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan besar terjadi di Nepal. Aksi ini dimulai oleh generasi muda atau Gen Z dan terus berkembang hingga menimbulkan korban jiwa serta luka-luka. Puncaknya terjadi pada hari Rabu (10/9/2025), ketika Gedung Parlemen Kathmandu dibakar oleh massa.

Penyebab Demonstrasi Gen Z di Nepal

Aksi protes ini dipicu oleh rasa marah terhadap korupsi politik yang terjadi selama bertahun-tahun. Selain itu, larangan pemerintah terhadap akses ke media sosial seperti Facebook, X, YouTube, dan Instagram juga menjadi faktor pemicu. Tagar #NepoKids dan #NepoBaby menjadi simbol kemarahan publik setelah video viral tentang gaya hidup mewah anak-anak pejabat memicu reaksi keras dari masyarakat.

Generasi Muda Memimpin Aksi Protes

Demo ini dipelopori oleh Gen Z yang mengklaim diri sebagai generasi muda yang ingin mengubah wajah negara. Ribuan mahasiswa dan pelajar turun ke jalan-jalan kota-kota besar seperti Kathmandu, Pokhara, dan Itahari. Mereka membawa plakat dengan tulisan "cukup sudah" dan "akhiri korupsi", serta poster yang menyuarakan "Youths Against Corruption".

Salah satu peserta demo, Sabana Budathoki, mengatakan bahwa larangan media sosial hanyalah alasan untuk berkumpul. Ia menegaskan bahwa fokus utamanya adalah menghentikan korupsi yang merajalela di negara tersebut.

Tindakan Represif Aparat

Pihak keamanan menggunakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet untuk membubarkan massa. Pemerintah berdalih bahwa tindakan ini diperlukan untuk mencegah penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian. Namun, banyak warga melihatnya sebagai upaya membungkam suara rakyat.

Situasi semakin memanas ketika massa mencoba memanjat tembok parlemen. Gas air mata bahkan masuk ke rumah sakit, membuat dokter kesulitan dalam menangani pasien. Dua orang tewas di Itahari saat bentrok dengan aparat saat jam malam diberlakukan.

Rumah Pejabat Politik Dibakar

Kemarahan rakyat mencapai puncaknya ketika rumah-rumah pejabat politik, markas partai, dan gedung parlemen dibakar. Salah satunya adalah rumah mantan Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba dan kediaman Sharma Oli. Bahkan markas besar Partai Kongres Nepal ikut dilalap api.

Dalam peristiwa tersebut, istri mantan perdana menteri, Jhala Nath Khanal, tewas akibat terbakar. Rajyalaxmi Chitrakar, istrinya, mengalami luka serius dan kritis.

Tekanan Internasional dan Dampak Politik

Tragedi ini memicu tekanan internasional. Kantor HAM PBB menyerukan investigasi cepat dan transparan atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan. Juru bicara PBB, Ravina Shamdasani, menyampaikan kekhawatiran terhadap penggunaan kekuatan yang tidak perlu.

Mayor Kathmandu, Balen Shah, satu-satunya tokoh politik yang mendukung aksi ini, menyerukan agar demonstrasi dilakukan secara damai. Namun, seruan ini belum cukup untuk meredam amarah generasi muda.

Mundurnya Menteri dan PM Nepal

Demo yang berujung kerusuhan memicu dampak politik dalam negeri. Menteri Dalam Negeri Nepal, Ramesh Lekhak, mengundurkan diri setelah korban jiwa berjatuhan. Sementara itu, Perdana Menteri KP Sharma Oli resmi mundur pada hari Selasa (9/9/2025) dengan alasan membuka jalan bagi solusi konstitusional atas krisis nasional.

Kepala Staf Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menyatakan militer siap mengambil alih kendali bila situasi semakin memburuk. Namun, ia juga membuka ruang dialog dengan para demonstran.

Dengan belum adanya kepemimpinan jelas, situasi Nepal saat ini masih abu-abu: antara transisi menuju reformasi politik atau spiral kekacauan yang lebih dalam.