
Pengungkapan Sumber Dana Pembangunan Hotel Aruss oleh Firman Hertanto
Firman Hertanto, terdakwa dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil dari kegiatan judi online, memberikan keterangan mengenai sumber dana yang digunakan untuk membangun Hotel Aruss di Semarang, Jawa Tengah. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, ia menjelaskan bahwa pembangunan hotel tersebut diduga menggunakan dana ilegal dari aktivitas perjudian daring.
Pada sesi pemeriksaan sebagai saksi mahkota, Jaksa Penuntut Umum menanyakan tentang PT Arta Jaya Putra. Firman menyatakan bahwa perusahaan ini bergerak di bidang perhotelan. Ia kemudian mengungkapkan bahwa salah satu proyek yang sedang dikerjakan adalah Hotel Aruss, yang berlokasi di Semarang.
"Apakah ada hotel lain yang sedang dibangun?" tanya jaksa. Firman menjawab dengan singkat, "Hotel Aruss." Ia menambahkan bahwa rencana pembangunan hotel ini sudah ada sejak 2017, namun proses fisiknya baru dimulai pada 2019.
Selama proses pembangunan, terjadi rapat pemegang saham. Keputusan pembangunan Hotel Aruss diserahkan kepada Rico Hertanto, anak Firman yang menjabat sebagai direktur perusahaan. Saat ditanya apakah seluruh dana berasal dari Firman, ia mengiyakan. Meski Rico juga memberikan kontribusi, jumlahnya tidak seberapa besar.
Jaksa kemudian bertanya tentang total biaya pembangunan Hotel Aruss. Firman menyebutkan bahwa total biaya pembangunan mencapai hampir Rp 200 miliar. Dana tersebut hanya digunakan untuk pembangunan fisik hotel, belum termasuk biaya tanah. Tanah seluas 3.600 meter persegi yang menjadi lokasi hotel itu merupakan milik Firman sendiri.
Dalam kesempatan tersebut, Firman menjelaskan bahwa dana yang digunakan berasal dari hasil penjualan tanahnya di Jimbaran, Bali pada tahun 2014. Tanah tersebut terjual dengan harga sekitar Rp 383 miliar. Pembayaran dilakukan secara tunai 50 persen atau sebesar Rp 191 miliar lebih, dan sisanya dicicil selama 12 kali.
Ia menuturkan bahwa cek yang diperoleh dari penjualan tanah tersebut dicairkan sepenuhnya dan disimpan di rumahnya. Bila diperlukan, dana tersebut diambil dari rumah dan dikirim ke rekening pribadinya, lalu dialihkan ke rekening PT Arta Jaya Putra secara bertahap.
Dalam berbagai periode, dana sebesar Rp 100 miliar dari hasil pencairan cek terkait judi online diduga dialokasikan ke PT Arta Jaya Putra dan Rico Hertanto. Masing-masing menerima Rp 55 miliar dan Rp 4 miliar. Selain itu, sejumlah dana sebesar Rp 73,73 miliar digunakan untuk membayar jasa kontraktor pelaksana pembangunan Hotel Aruss.
Firman Hertanto didakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini terkait penggunaan dana transferan dari dua rekening miliknya di Bank Central Asia (BCA) nomor 0693046855 dan 0090033891. Dugaan ini menjadi dasar penuntutan terhadap dirinya dalam kasus TPPU.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!