
Penetapan Tersangka dalam Kasus Pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan
KPK telah menetapkan Irvian Bobby Mahendro sebagai tersangka terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan pada periode 2019 hingga 2025. Irvian diduga menjadi otak dari tindakan tersebut, yang mengakibatkan pihaknya meraih pendapatan sebesar Rp 69 miliar. Oleh beberapa orang, termasuk mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer (Noel), Irvian disebut sebagai "Sultan".
Meski demikian, aksi yang dilakukan Irvian tidak berjalan lancar. Akhirnya, ia dicopot dari posisi penting di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pergantian terjadi awal tahun 2025. Ia menyatakan bahwa Irvian tidak lagi menjadi bagian dari jajaran pejabat di kementerian tersebut.
"Awal 2025, itu juga terjadi pergantian. Ya, terjadi pergantian. Jadi, tidak, bukan lagi Saudara IBM, di akhir ini SBH ya," ujar Asep kepada wartawan pada Senin (25/8). SBH merujuk pada Subhan, salah satu pegawai ASN di Kementerian Ketenagakerjaan. Subhan memiliki jabatan sebagai Subkoordinator Keselamatan Kerja di Direktorat Bina K3.
Asep menyampaikan bahwa pergantian tersebut dilakukan karena Irvian dinilai kurang loyal terhadap para petinggi di kementerian. Namun, ia tidak merinci siapa sosok petinggi yang dimaksud.
Investigasi KPK Terkait Pergantian Pemain
Asep menjelaskan bahwa KPK masih melakukan pendalaman terkait masalah pergantian pemain ini. Termasuk menelusuri sosok yang disebut sebagai petinggi di Kementerian Ketenagakerjaan. "Itu yang sedang kita dalami juga," tambahnya.
Selama menjalankan praktik pemerasan, Irvian diduga memiliki tiga rekening penampungan. Ketiga rekening tersebut bukan atas nama dirinya sendiri. Salah satunya bahkan dibeli secara langsung oleh Irvian. "Ada 3 rekeningnya ya, nominee-nya itu ada saudaranya, kemudian juga ada stafnya, dan satunya adalah membeli ya," beber Asep.
Menurut penyidikan sementara, Irvian diduga melakukan praktik pemerasan sejak 2019. Asep mengaku pihaknya akan mendalami lebih jauh terkait praktik pemerasan ini sebelum dilakukan Irvian. "Jadi, mengapa kok 2019 dipotong di situ ya? Apakah yang tahun sebelumnya tidak ada? Itu sedang kita dalami," papar Asep.
Irvian belum memberikan komentar mengenai kasus yang menjeratnya tersebut.
Kasus Pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan
Dalam kasus ini, Irvian dijerat sebagai tersangka bersama eks Wamenaker, Immanuel Ebenezer (Noel), dan sembilan orang lainnya. KPK menjelaskan bahwa dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, harga dibuat mahal dan uangnya mengalir ke sejumlah pejabat. Nilainya mencapai Rp 81 miliar.
Irvian menjadi penerima uang terbanyak, yakni sebesar Rp 69 miliar. Uang tersebut digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, hingga setoran tunai kepada sejumlah pihak. Irvian juga diduga menggunakan uang itu untuk membeli mobil mewah.
Sementara itu, Noel diduga menerima jatah sebesar Rp 3 miliar dan motor Ducati Scrambler. Uang tersebut diterimanya pada Desember 2024 atau dua bulan setelah dilantik menjadi Wamenaker.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Noel menyampaikan permohonan maaf kepada sejumlah pihak. Ia juga membantah telah di-OTT KPK dan menyebut kasus yang menjeratnya bukan terkait pemerasan. Noel berharap mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto usai dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Saat ini, Noel telah diberhentikan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Wamenaker.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!