Ekonom Soroti Alokasi Rp 200 T ke Perbankan, Ini Penjelasannya

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Ekonom Soroti Alokasi Rp 200 T ke Perbankan, Ini Penjelasannya

Kebijakan Menteri Keuangan dan Dampaknya terhadap Perekonomian

Kebijakan yang diambil oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dengan mengalokasikan dana sebesar Rp 200 triliun ke perbankan dalam situasi daya beli masyarakat yang melemah, mendapat respons dari berbagai kalangan, termasuk akademisi. Salah satu tokoh yang memberikan analisis adalah Suherman Juhari, pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR). Ia menilai langkah tersebut memiliki sisi positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan.

Langkah yang Rasional dan Tujuan Stimulus

Suherman Juhari menjelaskan bahwa kebijakan ini dapat dipahami secara rasional sebagai upaya menjaga likuiditas perbankan agar tetap mampu menyalurkan kredit ke sektor riil. Dalam situasi daya beli masyarakat yang rendah, ia menekankan pentingnya mendorong kredit produktif agar roda ekonomi tetap berjalan.

“Kebijakan ini bisa dimaknai sebagai stimulus lewat jalur perbankan agar uang beredar lebih cepat sampai ke sektor riil,” ujar Suherman.

Perlu Pengawasan Ketat untuk Efektivitas

Meskipun demikian, ia memperingatkan bahwa dana tersebut tidak boleh hanya sekadar memperkuat neraca bank. Jika dana tersebut hanya disimpan di bank tanpa meningkatkan penyaluran kredit ke sektor usaha produktif dan rumah tangga, efeknya terhadap perekonomian akan terbatas.

Suherman menyoroti dua sisi dari kebijakan ini. Di satu sisi, dana segar tersebut dapat mempercepat pemulihan ekonomi karena UMKM dan dunia usaha mendapat akses modal kerja yang lebih terjangkau. Selain itu, stabilitas perbankan juga bisa terjaga sehingga kepercayaan publik tetap kuat.

Namun, risiko juga tidak bisa diabaikan. Tekanan fiskal bisa bertambah jika dana ini hanya menjadi beban APBN tanpa multiplier effect yang signifikan. Risiko lainnya adalah jika kredit yang disalurkan tidak produktif, maka angka kredit macet (NPL) bisa meningkat di masa depan.

Pentingnya Pengawasan dan Target Penyaluran

Untuk memastikan dana benar-benar tersalurkan ke sektor riil, Suherman menekankan perlunya pengawasan ketat dari pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia. Menurutnya, beberapa poin penting harus dijalankan, seperti penetapan target penyaluran kredit yang jelas, transparansi laporan penggunaan dana, serta larangan penggunaan dana hanya untuk membeli surat berharga.

“Dana itu harus benar-benar turun ke sektor yang menciptakan lapangan kerja seperti pertanian, industri pengolahan, hingga UMKM,” tegasnya.

Indikator untuk Menilai Efektivitas

Lebih lanjut, Suherman menyebutkan beberapa indikator sederhana yang bisa dipantau publik untuk menilai efektivitas kebijakan ini. Indikator tersebut antara lain pertumbuhan kredit produktif, perbaikan daya beli masyarakat, stabilitas inflasi, serta kualitas kredit yang tetap sehat dengan NPL rendah.

Ia menambahkan bahwa waktu 6–12 bulan ke depan akan menjadi periode penting untuk melihat arah kebijakan tersebut. Jika indikator-indikator tersebut bergerak positif, maka kebijakan bisa disebut berhasil. Namun, jika sebaliknya, artinya perlu evaluasi serius terhadap mekanisme penyaluran yang dilakukan perbankan.