
Dukungan BNI untuk Program Koperasi Desa Merah Putih
Pemimpin Divisi Hubungan Investor PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Yohan Setio, menyatakan bahwa bank pelat merah ini mendukung penuh program Koperasi Desa Merah Putih. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan adalah dalam hal pendanaan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur bahwa koperasi-koperasi tersebut dapat memperoleh pinjaman dari bank pelat merah sebesar total Rp 16 triliun secara bertahap.
Yohan menekankan bahwa BNI tetap menjunjung prinsip kehati-hatian dan memperhatikan aspek komersial dalam setiap pemberian kredit. Menurutnya, pemerintah telah menetapkan aturan bahwa setiap bank harus melakukan analisis kelayakan kredit terhadap setiap koperasi yang mengajukan pinjaman. Hal ini dilakukan agar proses pemberian kredit tidak dilakukan secara otomatis tanpa evaluasi.
“Bank diwajibkan untuk melakukan analisa kelayakan kredit untuk setiap koperasi yang mengajukan pinjaman, sehingga ada proses analisa dan tidak otomatis langsung di-approve,” ujar Yohan dalam paparan publik di Bursa Efek Indonesia.
Selain itu, Yohan juga menyebutkan bahwa bank berhak menggunakan alokasi Dana Desa dari pemerintah pusat jika koperasi kesulitan membayar pinjaman. Namun, penggunaan Dana Desa ini memiliki batasan tertentu. Ia menegaskan bahwa bank perlu menjaga exposure atau risiko pemberian kredit terhadap masing-masing koperasi, sehingga jumlah exposure yang tidak terjamin relatif kecil.
Menurut Yohan, skema intercept Dana Desa ini secara tidak langsung menjadi jaminan dari pemerintah terhadap program Kopdes Merah Putih. Oleh karena itu, ia menambahkan bahwa program ini tidak akan berdampak negatif pada rasio kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) BNI selama dijalankan sesuai skema yang berlaku.
Waktu Pinjaman dan Imbal Hasil
Jangka waktu pinjaman dari bank ke Kopdes Merah Putih maksimal enam tahun. Selain itu, imbal hasil dana investasi pemerintah sebesar 2 persen per tahun dari dana yang disalurkan oleh operator investasi pemerintah (OIP). Pemerintah akan menempatkan dana sebesar Rp 16 triliun kepada sejumlah bank BUMN yang memberikan dukungan penyaluran pinjaman kepada koperasi.
Dana yang digunakan berasal dari saldo anggaran lebih (SAL). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 63 Tahun 2025 tentang Penggunaan Saldo Anggaran Lebih pada Tahun Anggaran 2025 untuk Pemberian Dukungan kepada Bank yang Menyalurkan Pinjaman kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Penggunaan SAL sebagai Investasi Pemerintah
Untuk memberikan dukungan kepada perbankan, pemerintah menggunakan SAL untuk penempatan dana pada bank. Besaran penggunaan SAL sebesar Rp 16 triliun, seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat 3 PMK tersebut. Penggunaan SAL dari rekening kas umum negara (RKUN) untuk penempatan dana pada bank dicatat sebagai investasi pemerintah nonpermanen dan akan dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah pusat tahun anggaran 2025.
Kritik terhadap Penggunaan SAL
Meski demikian, penggunaan SAL untuk mendanai Kopdes Merah Putih dikritik oleh beberapa ahli ekonomi. Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Rizal Taufikurahman, menyatakan bahwa SAL merupakan instrumen penyangga fiskal yang sejatinya dirancang untuk menghadapi ketidakpastian. Ia menegaskan bahwa SAL seharusnya digunakan untuk menjaga batas defisit APBN serta memperkuat penyangga demi menghadapi risiko eksternal.
Rizal menambahkan bahwa penggunaan SAL seharusnya diperlakukan sebagai bantalan terakhir, bukan sumber dana program populis. Ia menekankan bahwa penggunaan SAL harus dilakukan dengan cermat, terlebih dalam kondisi fiskal saat ini yang penuh tekanan akibat beban utang dan kebutuhan pembangunan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!