
Forum Diskusi Kritik terhadap KPU dan Fenomena Mulyonisme
Sebuah forum diskusi yang menarik perhatian publik diadakan oleh Vinus Forum bekerja sama dengan Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) di kantor Yayasan Visi Nusantara Maju, Cibinong, Bogor, pada Jumat sore, 19 September 2025. Acara ini mengangkat topik penting tentang KPU dan kebijakannya yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip demokrasi.
Tema utama diskusi adalah “KPU: Kebijakan Aneh-aneh dan Paham Mulyonisme”. Topik ini menarik berbagai tokoh dari berbagai latar belakang seperti Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia, Yusfitriyadi dari Vinus Indonesia, Jefri Sumampow dari Komite Pemilih Indonesia, Yohan Wahyu dari Litbang Kompas, dan Ibnu Syamsu Hidayat dari Advokat Times Indonesia. Diskusi dipandu oleh Asri Putri Tenggara, aktivis perempuan yang dikenal aktif dalam isu-isu sosial.
Istilah "Mulyonisme" menjadi fokus utama dalam acara ini. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan gaya kepemimpinan yang dianggap tidak jelas, penuh manuver pragmatis, serta minim transparansi. Kritik terhadap KPU ini muncul karena dianggap menjauhkan demokrasi dari prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.
Empat Catatan Kritis dalam Diskusi
Dalam paparannya, Yusfitriyadi menyampaikan empat poin kritis yang menimbulkan kekhawatiran publik. Pertama, keputusan KPU yang terburu-buru tanpa mempertimbangkan aspek keadilan. Kedua, penutupan akses publik terhadap 16 dokumen penting yang berkaitan dengan syarat capres-cawapres. Ketiga, keputusan yang berlaku instan hanya satu hari setelah ditetapkan. Keempat, penggunaan jet pribadi yang kontras dengan lemahnya pengawasan di daerah-daerah 3T.
“Keputusan seperti ini justru menimbulkan banyak tanda tanya besar. Publik merasa ditinggalkan dari proses yang semestinya terbuka,” ujar Yusfitriyadi.
Demokrasi Harusnya Rasional dan Jurdil
Ray Rangkuti menambahkan kritik tajam terhadap kebijakan KPU, menyebutnya sebagai langkah yang aneh dan bertentangan dengan prinsip pemilu yang demokratis. Menurutnya, SK KPU No. 731/2025 yang menutup akses publik pada dokumen capres-cawapres jelas melanggar semangat UU No. 7/2017 Pasal 5 Ayat (2).
“Saya tidak menemukan alasan yang rasional dan progresif dalam keputusan itu. Justru ini melemahkan asas jujur dan adil,” tegas Ray.
Diskusi ini menunjukkan bahwa demokrasi hanya bisa sehat jika publik diberi ruang untuk kritis dan terlibat. KPU, sebagai penyelenggara pemilu, justru seharusnya membuka pintu selebar-lebarnya untuk transparansi, bukan menutup diri dengan kebijakan sepihak.
Fenomena “Mulyonisme” yang jadi sorotan forum seolah menjadi simbol bahwa demokrasi bisa diganjal oleh kebijakan yang aneh, pragmatis, dan jauh dari nilai akuntabilitas.
Suasana Diskusi yang Dinamis
Acara berlangsung sangat dinamis, dengan suasana yang menekankan pentingnya mengawal demokrasi agar tetap berada di jalur partisipatif dan terbuka. Para peserta diskusi saling berbagi pandangan dan perspektif yang beragam, menciptakan ruang dialog yang sehat dan konstruktif. Dengan adanya forum seperti ini, diharapkan dapat memberikan wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap sistem yang ada.
Forum ini juga menjadi ajang penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam proses demokrasi. Melalui diskusi yang terbuka dan inklusif, diharapkan dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!