
Pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB Dinilai Sejarah Bagi Indonesia
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, menilai bahwa pidato yang akan disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 akan menjadi momen penting dalam sejarah diplomasi Indonesia. Dalam forum internasional tahunan tersebut, Prabowo akan berbicara pada urutan ketiga, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Brasil Lula.
Dino mengungkapkan bahwa posisi ini merupakan penghargaan besar bagi Indonesia. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Presiden Indonesia bicara nomor tiga di Sidang Umum PBB, itu suatu kehormatan luar biasa. Karena pasti nomor satu Amerika, nomor dua Brasil, dan kali ini Indonesia nomor tiga. Itu artinya seluruh dunia akan memperhatikan, dari utara, selatan, timur, dan barat,” ujarnya saat berbicara kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan.
Menurut Dino, posisi tersebut menempatkan Indonesia dalam sorotan global di tengah dinamika geopolitik dunia yang kini ditandai oleh rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta peningkatan peran kelompok BRICS. Selain itu, melemahnya multilateralisme juga menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Dia menekankan bahwa pidato Prabowo di forum tersebut harus mampu memberikan masukan konstruktif terkait situasi dunia saat ini dan arah tata dunia baru. “Sekarang sudah ada konsensus bahwa orde dunia lama sudah selesai. Tapi yang baru belum jelas. Indonesia punya peluang memberi konsep tentang the Next World Order. Itu akan sangat strategis,” jelas pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) tersebut.
Dino bahkan membandingkan bobot pidato Prabowo dengan pidato Presiden Sukarno pada tahun 1960 yang bertajuk "To Build the World A New". Namun, ia menilai konteks saat ini berbeda karena posisi negara-negara kekuatan menengah seperti Indonesia, Turki, Korea Selatan, Brasil, dan Afrika Selatan semakin menentukan arah perubahan dunia.
“Konteksnya sama penting dengan pidato Bung Karno, tapi kali ini middle powers sedang naik daun. Jadi pidato Presiden Prabowo berpotensi memberi dampak besar,” ujarnya.
Selain itu, Dino menyebut momentum ini sebagai kesempatan untuk mengembalikan Indonesia ke kancah multilateralisme. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia dikritik karena tidak pernah hadir dalam Sidang Umum PBB, bahkan saat menjadi Ketua G20.
“Selama ini kritik kami kepada Presiden Jokowi adalah beliau tidak pernah datang ke PBB, bahkan saat menjadi Ketua G20. Jadi pidato Prabowo nanti bisa jadi penyegar, sekaligus kebangkitan peran Indonesia di diplomasi multilateral,” imbuhnya.
Dengan posisi diplomatik yang kuat, mulai dari keanggotaan Indonesia di G20, BRICS, APEC, hingga kedekatan hubungan bilateral dengan negara-negara besar, Dino yakin bahwa Prabowo memiliki modal politik yang besar untuk memainkan peran global. “Indonesia sekarang tidak menghadapi tekanan besar dari luar. Kita punya kaki di mana-mana, hubungan baik dengan banyak negara kunci, dan kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia sedang tinggi. Tantangannya tinggal bagaimana memanfaatkannya,” katanya.
Dino menegaskan harapan publik Indonesia maupun komunitas internasional kini bertumpu pada pidato Presiden Prabowo di forum PBB tersebut. “Saya optimis, ini akan membuat kita bangga sekaligus meneguhkan Indonesia sebagai pemain penting dalam membentuk tata dunia baru,” pungkasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!