
Penurunan Pertumbuhan Kredit dan Strategi Dunia Usaha
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menjelaskan alasan penurunan pertumbuhan kredit. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit pada Juli 2025 mencapai 7,03 persen, turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,77 persen. Selain itu, kredit modal kerja juga mengalami penurunan signifikan. Pada Juli 2025, pertumbuhan kredit modal kerja hanya sebesar 3,08 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,45 persen.
Shinta menyatakan bahwa meskipun pertumbuhan kredit melambat, bukan berarti dunia usaha sepenuhnya menghentikan aktivitas. Menurutnya, perusahaan sedang melakukan kalibrasi strategi dengan fokus pada konsolidasi, efisiensi, serta pertumbuhan berkualitas. “Strategi ini memastikan ketahanan bisnis sambil menunggu momentum ekonomi yang lebih kuat,” ujarnya.
Faktor Penyebab Penurunan Kredit Modal Kerja
Ada beberapa faktor yang menyebabkan laju pertumbuhan kredit modal kerja melambat. Pertama, ketidakpastian global dan fluktuasi permintaan domestik membuat banyak perusahaan menunda ekspansi besar-besaran. Sebaliknya, mereka lebih memilih mengoptimalkan belanja modal (capital expenditure). Akibatnya, pelaku usaha lebih memilih proyek dengan kepastian imbal hasil yang tinggi.
Faktor kedua adalah penggunaan arus kas internal oleh perusahaan. Shinta menjelaskan bahwa sejak pandemi, perusahaan memperkuat arus kas internal sebagai penyangga likuiditas. Dengan biaya dana yang masih tinggi, pengusaha merasa lebih masuk akal untuk menggunakan dana sendiri. “Ekspansi tetap ada, tetapi berbasis mobilisasi sumber daya internal,” tambahnya.
Selanjutnya, faktor ketiga adalah sikap perbankan yang lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan. Shinta menilai bahwa bank saat ini lebih fokus pada menjaga kualitas kredit dan Non-Performing Loan (NPL). Hal ini membuat bank lebih hati-hati dalam memberikan pinjaman.
Respons Pemerintah terhadap Penurunan Kredit
Dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor riil, pemerintah menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di bank himpunan milik negara (himbara). Namun, Apindo menilai bahwa langkah ini tidak otomatis akan mendorong ekspansi dunia usaha. Shinta menyatakan bahwa respons pengusaha terhadap pelonggaran likuiditas sangat bergantung pada kondisi pasar, kepastian kebijakan, dan biaya operasional.
“Dunia usaha berharap agar momentum tambahan likuiditas ini dibarengi dengan paket kebijakan yang mendorong permintaan, memberikan insentif bagi dunia usaha terutama sektor-sektor produktif, serta memperkuat kepastian berusaha di Indonesia,” ujarnya.
Peran Menteri Keuangan dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menempatkan dana di lima bank BUMN, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Menurut Purbaya, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil.
Purbaya berpendapat bahwa sistem finansial Indonesia agak kering, sehingga pertumbuhan ekonomi cenderung melambat. Ia menyatakan bahwa Kementerian Keuangan bisa berperan dengan memindahkan sebagian uang yang selama ini ada di bank sentral ke sistem perbankan. “Saya lihat, Kemenkeu bisa berperan di situ dengan memindahkan sebagian uang yang selama ini ada di bank sentral, kebanyakan, ada Rp 430 triliun, saya pindahkan ke sistem perbankan,” ujarnya.
Menurut Purbaya, uang tersebut akan tersimpan dalam bentuk rekening pemerintah di bank. Meski pemerintah hanya menyimpan, bank akan mencari return yang lebih tinggi dari cost-nya. Di sinilah mulai terjadi pertumbuhan kredit.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!