
Penyangkalan Amartha Mikro Fintek terhadap Tuduhan Kartel Bunga Pinjaman Online
PT Amartha Mikro Fintek, salah satu perusahaan dalam industri layanan keuangan berbasis teknologi, secara tegas menolak semua tuduhan yang diajukan oleh investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pembentukan kartel bunga pinjaman online pada periode 2020 hingga 2023. Penyangkalan ini disampaikan dalam sidang perkara dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Dalam kasus ini, sebanyak 97 perusahaan teknologi keuangan (fintech) peer-to-peer (P2P) lending menjadi terlapor. Investigator KPPU mengklaim bahwa adanya dugaan pelanggaran berdasarkan Code of Conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), yang antara lain mencantumkan batas atas bunga P2P lending sebesar 0,8 persen per hari dan kemudian turun menjadi 0,4 persen per hari pada 2021. Menurut mereka, pedoman tersebut bisa dianggap sebagai bentuk kesepakatan bersama dalam mengatur harga atau price fixing.
Kuasa Hukum Amartha: Code of Conduct AFPI Bukan Bukti Perjanjian
Kuasa hukum Amartha, Harry Rizki Perdana, menyatakan bahwa Code of Conduct AFPI tidak dapat digunakan sebagai bukti adanya perjanjian. Ia menilai bahwa tidak ada bentuk kesepakatan sukarela untuk meraih keuntungan maksimal. Pedoman perilaku ini, menurutnya, merupakan upaya untuk mematuhi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Harry menjelaskan bahwa Code of Conduct AFPI disusun sesuai dengan arahan surat edaran OJK yang menekankan larangan bagi anggota AFPI untuk melakukan predatory lending. Tujuan dari pedoman ini adalah melindungi konsumen dari praktik pinjaman online ilegal serta menjaga integritas industri fintech.
Amartha Menggunakan Suku Bunga di Bawah Batas Maksimum
Menurut Harry, Amartha menerapkan suku bunga sekitar 2 persen per bulan sejak 2018 hingga 2023. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak mengikuti batas maksimum yang ditetapkan dalam Code of Conduct AFPI karena tingkat bunganya jauh lebih rendah.
Ia juga menilai sangat tidak mungkin terjadi kesepakatan antar pemain pasar jika jumlah perusahaan terlapor mencapai 97. Dengan jumlah yang begitu besar, setiap perusahaan memiliki kemandirian dalam menentukan besaran suku bunga atau manfaat ekonomi yang diberikan kepada konsumennya.
Pandangan OJK Terkait Pengaturan Bunga Pinjaman
OJK telah menyatakan bahwa pengaturan batas maksimum bunga pinjaman oleh AFPI dilakukan berdasarkan arahan dari lembaga tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Surat OJK Nomor S-408/NB.213/2019 tanggal 22 Juli 2019.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa penentuan batasan manfaat ekonomi oleh AFPI bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi, menjaga integritas industri pindar, serta membedakan pinjaman legal dengan yang ilegal.
Kesimpulan
Penyelidikan KPPU terhadap dugaan kartel bunga pinjaman online masih dalam proses. Namun, Amartha dan AFPI menegaskan bahwa semua langkah yang diambil didasarkan pada kepatuhan terhadap regulasi dan tujuan melindungi konsumen. Selain itu, kuasa hukum Amartha menilai bahwa tidak mungkin terjadi kesepakatan antar perusahaan yang jumlahnya begitu banyak. Dengan demikian, kasus ini akan terus dipantau dan dievaluasi agar dapat ditemukan kebenaran yang sejati.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!