
Surabaya Tidak Akan Naikkan PBB, Pemkot Fokus pada Optimalisasi PAD
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi atau yang lebih dikenal dengan panggilan Cak Eri, belum berencana untuk menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kota Surabaya. Meski terdapat defisit anggaran yang harus ditutupi, pemerintah kota memilih alternatif sumber pembiayaan lainnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) melalui optimalisasi pajak.
Cak Eri menyatakan bahwa PBB tetap menjadi salah satu komponen pajak yang penting bagi PAD Surabaya. Pada tahun 2024, PBB memberikan kontribusi sebesar Rp 4,79 triliun. Pada tahun lalu, realisasi PBB mencapai Rp 1,41 triliun, atau sekitar 86 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1,65 triliun. Dibandingkan dengan komponen pajak lainnya, PBB menduduki peringkat kedua sebagai sumber PAD setelah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Dalam beberapa tahun terakhir, PBB menjadi salah satu pajak yang paling besar kontribusinya. Selain PBJT yang mencapai Rp 1,89 triliun, PBB juga sedikit di atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebesar Rp 1,34 triliun. Tahun ini, total realisasi pajak daerah di Surabaya mencapai Rp 3,9 triliun, atau sekitar 53,84 persen dari target sebesar Rp 7,3 triliun.
Cak Eri mengungkapkan bahwa pihaknya sangat berharap masyarakat dapat lebih sadar akan kewajiban membayar pajak. Ia menekankan bahwa kejujuran dalam pembayaran pajak merupakan bentuk gotong royong yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan agama. "Yang kaya bantulah yang tidak mampu, dengan cara kejujuran seperti membayar pajak," ujarnya.
Selain pajak, PAD Surabaya juga berasal dari retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dana tersebut digunakan untuk berbagai program pemerintah, termasuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, serta bantuan sosial kepada warga miskin. Menurut Cak Eri, keberlanjutan program-program ini sangat penting untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, terdapat tantangan dalam penyelesaian anggaran. Pemkot Surabaya menghadapi potensi defisit keuangan hingga akhir tahun. Penyebabnya adalah penurunan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor sebesar Rp 600 miliar dari target yang ditetapkan. Hal ini terkait keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang tidak menaikkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada 2025.
Akibatnya, PAD Provinsi Jawa Timur yang biasanya menjadi sumber pendapatan bagi kabupaten/kota turun sebesar Rp 4,2 triliun. Untuk menutupi defisit tersebut, Pemkot Surabaya mengusulkan penambahan anggaran melalui pinjaman sebesar Rp 452 miliar dari Bank Jatim. Cak Eri menegaskan bahwa langkah ini lebih bijak dibandingkan menaikkan pajak daerah.
Anggaran yang diperoleh akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, yang menurutnya sangat penting untuk mendorong perekonomian Surabaya. "Tanpa infrastruktur yang memadai, ekonomi tidak bisa berkembang secara signifikan," tegasnya.
Selain itu, Cak Eri menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam membayar pajak restoran, parkir, dan hotel. Ia menyatakan bahwa inovasi dan kesadaran masyarakat bisa menjadi kunci untuk meningkatkan PAD. "Surabaya bergerak melalui Kampung Pancasila, yang mengedepankan gotong royong," ujarnya.
Dengan fokus pada optimalisasi pajak dan partisipasi aktif masyarakat, Cak Eri berharap Surabaya dapat terus berkembang tanpa memberatkan rakyat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!