
Masalah Tambang Ilegal di Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terdiri dari dua pulau besar dengan luas daratan mencapai 2.515.315 hektare, kini sedang menghadapi tantangan serius terkait aktivitas pertambangan. Berbagai data menunjukkan bahwa jumlah izin usaha pertambangan (IUP) dan tambang ilegal semakin meningkat, yang berpotensi merusak lingkungan dan memicu konflik sosial.
Menurut data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB tahun 2023, terdapat 355 IUP dengan total luas lahan mencapai 169.642 hektare. Di sisi lain, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB melaporkan adanya 26 tambang ilegal di wilayah Sekotong, yang berada di atas lahan seluas 98,16 hektare.
Selain itu, organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB mencatat empat titik tambang ilegal di Pulau Sumbawa. Titik-titik tersebut antara lain Lantung seluas 50 hektare, Labaong 100 hektare, Lunyuk 10 hektare, dan Lendang Guar 10 hektare. Di Kabupaten Sumbawa Barat juga ditemukan aktivitas tambang ilegal di Lamontet dengan luasan 100 hektare.
Tanggapan DPRD NTB
Ketua Komisi IV DPRD NTB Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup, Hamdan Kasim, menegaskan bahwa semua tambang tanpa izin resmi dianggap ilegal. Ia menekankan pentingnya segera menyelesaikan masalah ini agar tidak menjadi konflik berkepanjangan di tengah masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar area tambang.
Hamdan merujuk pada aturan terbaru tentang Pertambangan Mineral dan Batubara nomor 2 tahun 2025. Menurutnya, undang-undang ini telah menjelaskan persyaratan untuk IUP, termasuk analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan persyaratan lainnya. Ia juga menyebutkan bahwa tambang rakyat memiliki skema koperasi dan persyaratan tertentu.
Menurut Hamdan, jika dikelola dengan baik, sektor pertambangan bisa memberi manfaat besar bagi daerah. Namun, saat ini masih banyak informasi yang sulit dipertanggungjawabkan, karena aktivitas pertambangan sering kali dilakukan secara diam-diam di berbagai lokasi.
Kasus Tambang Ilegal di Sekotong
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi persekongkolan antara pemilik izin usaha pertambangan dengan operator tambang ilegal di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Izin usaha pertambangan tersebut dipegang oleh PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), dan adanya pembiaran terhadap penambangan ilegal memperkuat dugaan ini.
Kepala Satgas Wilayah V KPK, Dian Patria, menyatakan bahwa papan pemberitahuan IUP ILBB baru terpasang pada Agustus lalu, padahal aktivitas penambangan sudah berlangsung sejak lama. Menurutnya, ada modus operandi yang digunakan, di mana pemegang izin tidak mengambil tindakan terhadap operasi tambang ilegal. Tujuannya kemungkinan adalah untuk menghindari pembayaran pajak, royalti, dan lainnya kepada negara.
Dian menambahkan bahwa kasus ini membuktikan besarnya potensi kerugian negara, terutama karena tambang ilegal tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap, dan lainnya. Bahkan saat KPK turun ke lokasi, ditemukan banyak alat berat yang berasal dari luar negeri, termasuk terpal tempat penyiraman sianida yang berasal dari China.
Kesimpulan
Masalah tambang ilegal di NTB memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan lembaga terkait. Penegakan hukum harus lebih ketat, serta pengawasan terhadap izin usaha pertambangan harus diperkuat. Dengan pengelolaan yang baik, sektor pertambangan dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi daerah, namun tanpa regulasi yang jelas dan transparansi, risiko kerugian negara dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!