
Momen Berharga dalam Lomba 17-an di Komplek Perumahan
Pagi hari tanggal 17 Agustus, saya dan anak saya yang masih balita pergi ke lapangan komplek untuk ikut serta dalam acara lomba 17-an. Di sana, warga komplek berkumpul untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Acara ini diselenggarakan oleh karang taruna setempat, yang mempersembahkan berbagai perlombaan menarik.
Saya mengajak anak saya untuk menonton perlombaan. Saya berharap dia bisa ikut berpartisipasi, meski bukan untuk menang, tetapi agar dia bisa belajar berani mencoba. Selain itu, mungkin saja dia bisa bertemu teman baru dan bermain bersama teman sebayanya. Sehari-hari, anak saya lebih banyak tinggal di dalam rumah. Hal ini juga terjadi pada anak-anak lainnya.
Anak-anak yang sudah sekolah tidak selalu memiliki jadwal yang sama. Setelah pulang sekolah, mereka biasanya lelah dan langsung istirahat di rumah. Belum lagi, main gadget sering kali lebih menarik bagi anak-anak zaman sekarang. Akibatnya, meskipun tinggal di sekitar, anak-anak belum tentu saling bermain dalam kehidupan sehari-hari.
Berbeda dengan masa kecil saya dulu, ketika setelah pulang sekolah, anak-anak bisa langsung bermain dengan tetangga. Tetangga tersebut juga menjadi teman di sekolah. Momen lomba 17-an kemarin menjadi kesempatan bagi anak-anak dari berbagai blok untuk bertemu dan berkenalan. Hal ini membantu mengasah kemampuan sosialisasi mereka.
Tidak hanya anak-anak, orang tua yang mengantar juga bisa menjalin silaturahmi. Pada hari biasa, kami semua sibuk masing-masing. Namun, di momen seperti ini, kita bisa saling berbincang dan semakin akrab.
Beberapa ibu-ibu yang hadir turut serta dalam lomba 17-an. Selain perlombaan untuk anak-anak, ada juga lomba khusus untuk ibu-ibu. Lomba-lomba yang dipertandingkan antara lain makan kerupuk, balap karung, balap kelereng, ambil koin dari pepaya, dan lainnya.
Saya sendiri tidak mengikuti semua perlombaan karena anak saya kadang ingin jajan dulu atau pulang ke rumah. Meski begitu, acara ini memberikan manfaat besar bagi anak-anak. Mereka dilatih untuk percaya diri. Misalnya, anak saya awalnya enggan ikut lomba, tapi akhirnya berani setelah melihat teman-temannya berlomba. Dari yang harus saya temani, akhirnya dia bisa berani sendiri.
Selain itu, anak-anak juga dilatih untuk sportif. Mereka belajar berkompetisi dengan jujur dan menerima hasil dengan baik, baik itu menang maupun kalah.
Untuk ibu-ibu, lomba yang tersedia berbeda. Ada lomba voli air, estafet tepung, joget balon, dan lainnya. Saya tidak ikut lomba karena fokus menjaga anak. Bagi bapak-bapak, ada lomba pingpong yang disiapkan.
Para remaja yang hadir di lapangan termasuk dalam karang taruna. Mereka berlomba di akhir acara setelah lomba untuk anak-anak dan ibu-ibu selesai. Saya sangat menghargai kompaknya para remaja dalam menyelenggarakan acara ini. Anak saya yang remaja tidak ikut karena ada acara di sekolahnya.
Hadir dalam acara lomba 17-an membuat saya terpikir tentang fase-fase dalam hidup. Dulu, saya pernah menjadi anak kecil yang riang setiap menyambut 17 Agustus karena bisa berkumpul dengan teman-teman dan ikut lomba. Syukur jika menang bisa dapat hadiah.
Saya juga pernah berada dalam fase menjadi anggota karang taruna yang mempersiapkan lomba 17-an agar meriah. Pernah juga mendandani anak-anak tetangga untuk karnaval dan upacara. Sekarang, saya sedang dalam fase sebagai ibu yang mengantarkan anak ikut lomba 17-an.
Meski fase berubah, satu hal yang tetap sama adalah tawa bahagia saat berada di tengah warga dan ikut dalam lomba 17-an. Hidup di zaman Indonesia yang merdeka memungkinkan kita menikmati kebersamaan dengan tetangga.
Momen seperti lomba 17-an ini menjadi salah satu kegiatan yang bisa mempererat hubungan antar-warga dan memperkuat rasa persatuan sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!