
Penjelasan PT Indofood Mengenai Temuan Residu Pestisida pada Produk Indomie di Taiwan
PT Indofood Sukses Makmur Tbk, salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia, telah memberikan penjelasan terkait temuan residu pestisida dalam produk Indomie yang ditemukan di Taiwan. Menurut perusahaan, produk tersebut tidak berasal dari proses ekspor resmi yang dilakukan oleh Indofood. Namun, mereka menilai bahwa adanya perbedaan standar pengujian antara negara-negara tersebut menjadi penyebab utama temuan ini.
Sebelumnya, Pusat Keamanan Makanan Taiwan (CSF) menemukan residu pestisida berupa etilena oksida dalam varian Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kulit. Direktur PT Indofood, Franky Welirang, menduga bahwa produk tersebut berasal dari kegiatan ekspor ilegal atau perdagangan informal yang ada di pasar lokal Taiwan. Ia menjelaskan bahwa produk Indomie yang diekspor secara resmi selalu mengikuti standar masing-masing negara dan memiliki kemasan serta label yang berbeda.
Franky menekankan bahwa isu tentang residu pestisida akibat perbedaan standar di Taiwan bukanlah hal baru. Pada April 2023, Taiwan juga menemukan senyawa etilen oksida dalam Indomie varian Rasa Ayam Spesial yang melebihi ambang batas yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah serupa pernah terjadi sebelumnya dan tidak hanya terbatas pada satu kali saja.
Selain Taiwan, perbedaan standar juga terjadi di Australia. Pada akhir tahun lalu, otoritas pangan Australia, Food Standard, menarik tiga varian Indomie karena tidak mencantumkan alergen yang sesuai dengan regulasi setempat. Contohnya, Indomie Mi Goreng Rasa Rendang dan Indomie Rasa Soto Mie tidak menyertakan informasi alergen susu dalam kemasannya. Sementara itu, Indomie Rasa Ayam Bawang tidak mencantumkan alergen telur.
Franky menyatakan bahwa saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan RI sedang melakukan pemeriksaan ulang terkait temuan residu pestisida di Taiwan. Proses ini dilakukan untuk memastikan apakah ada risiko kesehatan yang muncul dari produk tersebut.
Pusat Keamanan Makanan Taiwan (CSF) juga mengungkap bahwa produk Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kulit diduga masuk ke pasar Taiwan melalui perdagangan daring atau barang pribadi. CSF menduga bahwa produk tersebut diimpor dari Hong Kong sebelum masuk ke Taiwan. Secara rinci, produk tersebut memiliki tanggal kedaluarsa pada 19 Maret 2026 dan berasal dari Indonesia.
Dalam dokumen resmi yang dirilis, CSF menyarankan kepada konsumen yang memiliki produk tersebut untuk segera membuangnya dan tidak mengonsumsinya. CSF juga akan tetap waspada dan mengawasi perkembangan terbaru, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan jika diperlukan.
Masalah Standar dan Regulasi di Berbagai Negara
Perbedaan standar regulasi antar negara menjadi faktor utama dalam kasus ini. Setiap negara memiliki aturan sendiri terkait penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia dalam makanan. Hal ini membuat produk yang aman di satu negara bisa dianggap tidak aman di negara lain. Untuk itu, produsen seperti Indofood harus memahami dan mematuhi standar masing-masing pasar yang mereka tuju.
Selain itu, masalah label dan kemasan juga menjadi isu penting. Di beberapa negara, informasi tentang alergen atau bahan-bahan tertentu wajib dicantumkan dalam kemasan. Jika tidak, produk tersebut dapat ditarik dari pasaran. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap regulasi lokal dalam bisnis internasional.
Dengan adanya penjelasan dari Indofood dan tindakan yang diambil oleh otoritas setempat, diharapkan masalah ini dapat segera terselesaikan tanpa menimbulkan dampak yang lebih besar bagi konsumen.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!