Shinta W Kamdani: Kunci Penciptaan Lapangan Kerja dan Ketahanan Ekonomi Indonesia

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Konsep Indonesia Incorporated sebagai Strategi Kolektif dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi Global

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, menekankan pentingnya membangun konsep Indonesia Incorporated sebagai strategi kolektif dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Menurutnya, hal ini bukan hanya sekadar gotong royong, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai bagian dari pemegang saham yang memiliki hak dan kewajiban.

Konsep tersebut diungkapkan oleh Shinta saat menjadi narasumber dalam forum diskusi Meet the Leaders yang mengangkat tema “Indonesia Incorporated: Driving Job Creation and Economic Resilience in an Era of Global Uncertainty”. Diskusi ini dipandu oleh Wijayanto Samirin MPP sebagai host, dan berlangsung di Auditorium Benny Subianto, Kampus Kuningan Universitas Paramadina.

Shinta menjelaskan bahwa Indonesia Incorporated tidak hanya sekadar gotong royong, melainkan sebuah konsep yang melibatkan semua pihak sebagai pemegang saham. “Hak kita tidak hanya berupa deviden, tetapi juga hak untuk menyampaikan pendapat dan mendapatkan kebijakan yang bisa dilaksanakan. Sementara kewajiban kita adalah membantu membesarkan korporasi agar bisa sukses dan berkembang,” ujarnya.

Dalam pembukaannya, Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini PhD, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya bisa didorong melalui sektor industri, pertanian, dan pariwisata. Ia mencontohkan era Soeharto, di mana deregulasi dan debirokratisasi berhasil mendorong pertumbuhan industri hingga 10% dan ekspor mencapai 24%, meskipun suku bunga tinggi.

Visi Indonesia yang Lebih Maju

Shinta, yang juga CEO Sintesa Group, menggambarkan visi Indonesia ke depan sebagai negara yang maju dalam karya, adil dalam kesempatan, hijau dalam alam, serta bersatu dalam keragaman. Ia menekankan bahwa Indonesia harus melampaui ketergantungan pada sumber daya alam dan beralih fokus pada inovasi.

Ia menyoroti penurunan peringkat nilai tambah produk ekspor Indonesia, dari posisi 54 pada tahun 2000 menjadi 70 pada 2023. Selain itu, akses yang sama bagi setiap warga negara untuk berkembang menjadi hal penting. Data menunjukkan bahwa partisipasi tenaga kerja wanita hanya 56,42%, sedangkan laki-laki mencapai 84,66%.

Menurut Shinta, kemajuan sejati terjadi ketika pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kualitas lingkungan, dan persatuan dalam keragaman menjadi kunci memperkuat bangsa.

Investasi pada Sumber Daya Manusia

Investasi pada sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama. Dari total populasi 286 juta, sebanyak 153 juta merupakan angkatan kerja aktif. Generasi muda, termasuk 69 juta milenial dan 74 juta Gen Z, memiliki potensi besar karena lahir sebagai digital native, inovatif, dan adaptif.

Namun, Shinta mengingatkan adanya hambatan serius dalam penciptaan lapangan kerja. Pada 2024, kebutuhan lapangan kerja mencapai 12,2 juta orang, dengan kebutuhan baru sebesar 4,4 juta orang. Namun, pengangguran mencapai 7,8 juta orang, sementara hanya 4,8 juta orang yang terserap. Trend ini menunjukkan masalah struktural dalam penciptaan lapangan pekerjaan.

Masalah Struktural dalam Tenaga Kerja

Kualitas tenaga kerja dinilai belum sebanding dengan kebutuhan industri. Dari seluruh lulusan, 36,5% hanya berpendidikan SD, sedangkan lulusan S1 hanya 12%. Akibatnya, hanya 26% pelaku usaha yang menilai tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri.

Masalah lain adalah dominasi sektor informal yang hampir mencapai 60%, bahkan menurut data ILO bisa lebih dari 70%. Sektor ini didominasi oleh UMKM yang jumlahnya mencapai 56 juta UMKM aktif. Meski UMKM adalah kategori usaha, hanya 3,5% dari populasi yang termasuk dalam kategori wirausaha.

Shinta menegaskan bahwa peningkatan jumlah wirausaha sejati menjadi kunci pertumbuhan ekonomi sekaligus penciptaan lapangan kerja berkualitas. Sebagai perbandingan, tingkat kewirausahaan di Thailand mencapai 4,8% dari populasi, sedangkan Singapura mencapai 11–12%.