
KPK Selidiki Keterlibatan Menaker dalam Kasus Pemerasan Sertifikasi K3
Kasus pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan kembali menghebohkan publik. Setelah penangkapan Immanuel Ebenezer alias Noel, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, KPK kini menyoroti peran Menteri Ketenagakerjaan periode 2019 hingga 2024, Ida Fauziyah, dalam skandal ini. Penyelidikan terhadap dugaan korupsi ini terus berjalan, termasuk mencari aliran dana yang diduga berasal dari pengurusan sertifikasi K3.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa lembaga anti-korupsi sedang mendalami kasus ini. “Tentunya kami sedang mendalami,” ujarnya saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya akan mengejar pihak-pihak lain yang diduga menerima dana selama periode 2019 hingga 2025, termasuk staf khusus Menteri Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan sebelas tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Kamis (21/8/2025). Salah satu tersangka adalah Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel, yang sebelumnya menjabat sebagai Wamenaker. Dalam kasus ini, ia diduga menerima uang sebesar Rp 3 miliar dan sebuah kendaraan roda dua merek Ducati. Namun, kendaraan tersebut belum melalui proses pengurusan BPKB dan STNK. Meski pembelian motor sudah dilakukan pada April, legalitasnya masih belum resmi hingga Agustus 2025.
Setelah ditangkap, Noel dan sepuluh tersangka lainnya ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih, Jakarta. Presiden Prabowo Subianto langsung mengambil langkah cepat setelah mengetahui penangkapan Noel. Ia memecat ketua Prabowo Mania 08 tersebut dari jabatannya sebagai Wamenaker. Pemecatan ini dikonfirmasi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang menyatakan bahwa Istana menyerahkan seluruh proses hukum yang menjerat Noel agar dijalankan sebagaimana mestinya.
Tarif Sertifikasi K3 yang Jauh Lebih Tinggi dari Biaya Resmi
Praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 sangat merugikan pekerja dan buruh. Tarif resmi sertifikasi K3 yang ditetapkan pemerintah hanya sebesar Rp 275 ribu, namun di lapangan, para pekerja harus merogoh kocek hingga Rp 6 juta. Hal ini disebabkan oleh modus pemerasan seperti memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan sertifikasi tanpa adanya pembayaran tambahan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa selisih biaya tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka. Contohnya, Irvian menerima Rp 69 miliar melalui perantara untuk kebutuhan belanja, hiburan, DP rumah, serta setoran tunai kepada Gerry, Herry, dan pihak-pihak lainnya. Gerry diduga menerima Rp 3 miliar sepanjang 2020-2025, yang terdiri dari setoran tunai senilai Rp 2,73 miliar, transfer dari Irvian sebesar Rp 317 juta, dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp 31,6 juta.
Subhan diduga menerima aliran dana sejumlah Rp 3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025 dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3. Anitasari Kusumawati menerima Rp 5,5 miliar pada tahun 2021-2024 dari pihak-pihak perantara. Uang tersebut juga mengalir ke penyelenggara negara, termasuk Noel selaku Wamenaker senilai Rp 3 miliar, serta Farurozi dan Hery sebesar Rp 1,5 miliar.
Langkah KPK untuk Mengungkap Seluruh Pelaku
KPK terus mengembangkan kasus ini dengan memperluas investigasi terhadap pelaku-pelaku lain yang terlibat. Termasuk dalam penelusuran ini adalah pihak-pihak yang diduga menerima dana selama periode 2019-2025. Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan konfirmasi terhadap orang-orang yang diamankan dalam OTT beberapa hari sebelumnya, lalu mengembangkan hasilnya lebih lanjut.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama pejabat pemerintahan, untuk tetap menjunjung integritas dan bekerja secara transparan. Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan pentingnya memberantas korupsi, dan menyerahkan seluruh proses hukum yang menimpa Noel agar dijalankan sesuai aturan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!