Sekolah Kedinasan Tak Gunakan Anggaran Pendidikan 20 Persen Lagi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Pembiayaan Sekolah Kedinasan Tidak Lagi Dari Anggaran Pendidikan Nasional

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan bahwa mulai tahun depan, pembiayaan sekolah kedinasan tidak akan lagi diambil dari anggaran pendidikan nasional. Ia menegaskan bahwa alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 hanya akan digunakan untuk sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi.

“Anggaran pendidikan sesuai dengan yang disampaikan DPR dan amanat konstitusi kita, 20 persen dijaga terhadap keseluruhan belanja,” ujar Sri dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR pada Jumat, 22 Agustus 2025.

Pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan 2026 sebesar Rp 757,8 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan kepada tiga kluster penerima manfaat. Salah satunya adalah satuan pendidikan, seperti sekolah dan perguruan tinggi. Total anggaran untuk dua kategori ini mencapai Rp 150,1 triliun. Rinciannya, sebanyak Rp 64,3 triliun ditetapkan sebagai bantuan operasional sekolah, kemudian bantuan operasional untuk jenjang PAUD sebesar Rp 5,1 triliun, serta Rp 9,4 triliun akan disalurkan untuk bantuan operasional 201 kampus.

Sri Mulyani menegaskan bahwa “sekolah kedinasan tidak masuk di dalam anggaran pendidikan.” Pengalokasian anggaran pendidikan untuk membiayai sekolah kedinasan memang sudah lama menjadi perdebatan. Berbagai pemerhati pendidikan menilai anggaran pendidikan semestinya diprioritaskan untuk pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi yang menjangkau lebih banyak orang.

Kritik terbaru muncul dari ketua Fraksi Golkar MPR, Melchias Markus Mekeng. Ia meminta pemerintah mengeluarkan anggaran sekolah kedinasan dari porsi 20 persen APBN yang diperuntukkan bagi pendidikan. Menurut dia, selama ini telah terjadi ketimpangan dalam pengalokasian dana pendidikan 2025 yang mencapai Rp 724 triliun. Di mana sebanyak Rp 91,4 triliun untuk 64 juta siswa pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sementara anggaran sekolah kedinasan yang hanya menampung 13 ribu peserta didik justru mencapai Rp 104 triliun.

“Apa ini adil? Sebanyak 64 juta siswa hanya dikasih Rp 91,4 triliun, sementara 13 ribu orang dikasih Rp 104 triliun. Ini angkanya jelas,” ujar dia dalam sarasehan nasional bertema 'Merumuskan Kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045' di gedung MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Agustus 2025.

Dia pun berpendapat kondisi itulah yang menyebabkan mutu pendidikan Indonesia menurun. Apalagi banyak daerah belum mengalokasikan 20 persen APBD untuk pendidikan. "Kalau bisa Menteri Keuangan Sri Mulyani mencari alokasi dana kedinasan dari pendapatan lain. Jangan ambil porsi pendidikan," kata dia.

Perdebatan Terkait Pengalokasian Dana Pendidikan

Perdebatan ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam distribusi anggaran pendidikan. Banyak pihak merasa bahwa dana pendidikan seharusnya digunakan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi masyarakat luas. Sekolah kedinasan, meskipun memiliki peran penting dalam membentuk sumber daya manusia berkualitas, dinilai tidak layak mendapatkan alokasi yang besar jika dibandingkan dengan jumlah peserta didik yang jauh lebih besar di sekolah umum.

Selain itu, isu ini juga mengingatkan pemerintah tentang pentingnya memperkuat sistem pendidikan dasar dan menengah. Dengan alokasi yang lebih proporsional, diharapkan dapat menciptakan fondasi pendidikan yang kuat dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Dalam konteks yang lebih luas, perdebatan ini juga menjadi bagian dari upaya untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, dalam memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan untuk pendidikan benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi bangsa.