
Kategori Haji Mandiri Dalam RUU Haji dan Umrah
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, mengungkapkan bahwa dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah akan diperkenalkan kategori haji mandiri. Kategori ini diatur sesuai dengan aturan baru yang dikeluarkan oleh Arab Saudi, yang memungkinkan jemaah untuk melakukan ibadah haji secara mandiri.
Menurut Abdul Wachid, kategori haji mandiri tetap perlu memiliki regulasi yang jelas dalam RUU Haji dan Umrah. Hal ini dimaksudkan agar jemaah yang berangkat sendiri dapat terdata dan mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
“Kita wajib melindungi jemaah. Oleh karena itu, ketika Arab Saudi membuka opsi haji mandiri, kita harus membuat portal sebagai sistem pendukung,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tanpa adanya portal, risiko terhadap jemaah sangat tinggi. “Jika tidak ada portal, orang bisa berangkat tanpa kita tahu. Taunya di sana ada masalah, sakit, atau bahkan meninggal. Siapa yang akan bertanggung jawab?” tambahnya.
Selain itu, Abdul Wachid menyampaikan bahwa kuota haji mandiri akan dibatasi. Menurutnya, jika kuota tidak dibatasi, maka Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bisa mengalami kerugian besar.
“Kita harus mengatur kuota, siapa yang berangkat harus jelas. Jika tidak, PIHK bisa bangkrut. Travel yang mahal-mahal tidak akan lagi diminati, karena banyak yang memilih haji mandiri,” katanya.
Proses Pembahasan RUU Haji dan Umrah
RUU Haji dan Umrah saat ini sedang dalam proses pembahasan. Komisi VIII bersama pemerintah tengah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari RUU tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk menyelesaikan berbagai kendala dan kekurangan yang ada dalam rancangan undang-undang ini.
Dalam rangka mempercepat proses, Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII akan menggelar rapat pada akhir pekan. Target yang ditetapkan adalah agar RUU ini dapat disahkan dalam paripurna DPR pada 26 Agustus, empat hari setelah pembahasan DIM dimulai.
Pentingnya Regulasi dan Perlindungan Jemaah
Adanya kategori haji mandiri menunjukkan perubahan signifikan dalam sistem penyelenggaraan ibadah haji. Namun, hal ini juga menuntut adanya regulasi yang lebih ketat dan transparan. Pemerintah dan lembaga terkait harus memastikan bahwa semua jemaah, baik yang berangkat melalui agen maupun mandiri, tetap dilindungi dan diberi akses layanan yang memadai.
Pembuatan portal sebagai sistem pelacakan jemaah menjadi langkah penting dalam mencegah risiko yang mungkin terjadi. Selain itu, pengaturan kuota juga menjadi faktor kunci dalam menjaga keseimbangan antara permintaan jemaah dan kemampuan penyelenggara.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Meski RUU Haji dan Umrah sedang dalam proses, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah bagaimana memastikan bahwa regulasi yang dibuat benar-benar efektif dan dapat diimplementasikan secara maksimal. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, lembaga penyelenggara, dan masyarakat.
Harapan besar ditempatkan pada RUU ini, yaitu untuk menciptakan sistem haji yang lebih terstruktur, aman, dan bermanfaat bagi seluruh jemaah. Dengan adanya regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat, diharapkan ibadah haji dapat berjalan lancar dan memberikan pengalaman terbaik bagi jemaah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!