Rencana Pemindahan Dana Rp200 Triliun Disebut Mirip Ide Mantan Menteri Ekonomi Era Megawati

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Rencana Pemindahan Dana Rp200 Triliun Disebut Mirip Ide Mantan Menteri Ekonomi Era Megawati

Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan yang Menarik Perhatian

Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru saja dilantik sebagai Menteri Keuangan, telah menjadi sorotan publik sejak awal menjabat. Beberapa pernyataannya dan kebijakannya mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Salah satu isu yang menonjol adalah rencana untuk mengambil dana sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) dan memindahkannya ke sistem perbankan.

Kebijakan ini mendapatkan tanggapan dari Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah dan ahli ekonomi Islam asal Indonesia. Ia menyampaikan bahwa pandangan Purbaya memiliki kesamaan dengan Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Dorojatun pernah merasa heran dengan adanya kelebihan likuiditas di perbankan sebesar Rp 200 triliun sementara tingkat pengangguran masih tinggi. Ia berpikir bahwa jika dana tersebut dialokasikan ke sektor riil, akan membantu mengurangi masalah ekonomi yang ada.

Anwar Abbas menyoroti bahwa salah satu tantangan utama bangsa ini adalah terbatasnya lapangan kerja. Data menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025 mencapai 8,47 persen atau sekitar 23,85 juta jiwa. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2025 mencapai 4,76 persen, dengan jumlah absolut pengangguran sekitar 7,28 juta orang. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan dana yang cukup besar untuk mendorong investasi dan pembangunan infrastruktur agar dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Dengan demikian, Purbaya ingin mempercepat mekanisme pasar dengan memberikan suntikan dana sebesar Rp 200 triliun dari dana pemerintah yang mengendap di BI, yang besarnya sekitar Rp 430 triliun. Dana ini akan dialokasikan ke dalam sistem perbankan. Dunia perbankan akan berusaha mencari return yang lebih tinggi karena biaya bunga deposito sebesar 4 persen pertahun. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kredit dan pembiayaan.

Perbedaan antara Purbaya dan Dorojatun terletak pada bagaimana mereka merealisasikan gagasan tersebut. Dorojatun tidak bisa merealisasikan ide pengucuran dana ke sektor riil melalui perbankan karena pemahaman tentang independensi BI saat itu sangat kaku. Akibatnya, ia harus menghindari kritik terhadap BI. Sebaliknya, Purbaya tampak lebih mudah merealisasikan gagasannya karena kerjasama antara Kementerian Keuangan dan BI dalam menangani masalah ekonomi dan keuangan serta moneter sudah terbangun dengan baik.

Profil dan Rekam Jejak Karier Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 7 Juli 1964. Ia memulai pendidikannya dengan gelar Sarjana Teknik Elektro dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Setelah itu, ia melanjutkan studi di Amerika Serikat, tepatnya di Purdue University, dan berhasil meraih gelar MSc dan Ph.D dalam bidang Ilmu Ekonomi.

Karier profesional Purbaya dimulai sebagai Field Engineer di Schlumberger Overseas SA pada 1989 hingga 1994. Setelah itu, ia beralih ke dunia riset ekonomi dan menjadi Senior Economist di Danareksa Research Institute (2000–2005). Pengalamannya semakin matang dengan berbagai posisi strategis, termasuk menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa Securities (2006–2008), Chief Economist Danareksa Research Institute (2005–2013), serta anggota Dewan Direksi PT Danareksa (Persero) (2013–2015).

Ia juga pernah menjabat sebagai komisaris di holding BUMN pertambangan, PT Inalum (Persero). Di lingkungan pemerintahan, Purbaya memulai kiprahnya sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Perekonomian (2010–2014) dan menjadi Anggota Komite Ekonomi Nasional. Ia kemudian menjabat sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis di Kantor Staf Presiden (2015) dan Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Polhukam (2015–2016).

Perjalanan kariernya terus menanjak, Purbaya dipercaya sebagai Wakil Ketua Satgas Debottlenecking (Pokja IV) dan Staf Khusus bidang Ekonomi Kemenko Maritim (2016–2020). Ia juga sempat menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kemenko Kemaritiman dan Investasi (2018–2020). Puncaknya, ia diangkat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Keputusan Presiden RI No. 58/M Tahun 2020, sebuah posisi yang ia pegang hingga dilantik sebagai Menteri Keuangan.

Harta Kekayaan Yudhi Sadewa

Menurut data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), total kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa tercatat mencapai Rp 39,21 miliar. Dalam laporan tersebut, Purbaya masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

Kekayaan tersebut terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 30,50 miliar yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan. Selain itu, ia juga melaporkan kepemilikan alat transportasi dan mesin senilai total Rp 3,60 miliar. Mobilnya antara lain merek Mercedes Benz tahun 2008 senilai Rp200 juta, BMW Jeep tahun 2019 senilai Rp 1,60 miliar. Kendaraan lain seperti Toyota Alphard Minibus tahun 2019 senilai Rp 1 miliar dan Peugeot Jeep New 5008 tahun 2019 senilai Rp 730 juta.

Selain mobil, Yudhi juga memiliki dua motor merek Yamaha XMAX BG6 AT tahun 2018 senilai Rp55 juta dan Honda Vario 125 tahun 2021 senilai Rp 21 juta. Semua kepemilikan kendaraannya tercatat sebagai hasil sendiri, bukan warisan atau pemberian. Selain itu, ia juga memiliki surat berharga senilai Rp220 juta, kas dan setara kas Rp 4,20 miliar. Dalam LHKPN, Yudhi Sadewa mengklaim tidak punya utang.