Harga Energi Tidak Stabil, Ini Perkiraan Harganya

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Tren Penurunan Harga Komoditas Energi di Tengah Kekhawatiran Permintaan dan Pasokan

Harga komoditas energi sedang mengalami penurunan, meskipun dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan kecenderungan melemah. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran terhadap permintaan global yang menurun serta pasokan yang berlebih. Hal ini memicu tekanan pada harga berbagai komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, dan batubara.

Berdasarkan data dari Trading Economics, pada hari Minggu (14/9/2025) pukul 15.07 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$ 62,560 per barel. Meski naik sebesar 0,43% secara harian dan 1,12% mingguan, harga tersebut masih turun 0,14% dalam sebulan terakhir.

Sementara itu, harga gas alam tercatat di US$ 2,9552 per MMBtu. Angka ini meningkat 1,01% dalam sehari, tetapi turun 3,04% secara mingguan dan 4,50% dalam sebulan. Adapun harga batubara berada di posisi US$ 100,70, dengan penurunan sebesar 0,20% dalam sehari dan anjlok 6,37% dalam seminggu. Dalam satu bulan, harga batubara telah turun hingga 9,93%.

Wahyu Laksono, pendiri Traderindo.com, menjelaskan bahwa penurunan harga komoditas energi dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi di negara-negara konsumen utama, khususnya Tiongkok. Ia juga menyatakan bahwa produksi minyak dan gas alam dari AS serta negara-negara OPEC+ tetap tinggi, sehingga menciptakan oversupply yang menekan harga.

“Kondisi ini membuat pasar mengalami penurunan harga,” ujar Wahyu. Selain itu, ia menilai produksi batubara juga melimpah di tengah permintaan yang lesu, terutama di pasar global.

Selain faktor produksi, pelemahan komoditas energi juga dipengaruhi oleh hasil data ekonomi AS. Rilis data ekonomi yang lebih lemah, seperti data pasar tenaga kerja yang tidak memuaskan, menunjukkan adanya perlambatan ekonomi. Faktor ini dinilai lebih dominan dibandingkan potensi positif dari pelemahan dolar AS, yang seharusnya mendukung harga komoditas.

Proyeksi Harga Komoditas Energi di Masa Depan

Dalam jangka pendek, kebijakan suku bunga The Fed akan menjadi katalis utama bagi pergerakan harga komoditas. Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga, dolar AS bisa melemah lebih lanjut, yang berpotensi memberikan dorongan kenaikan pada harga komoditas energi.

Di sisi lain, dalam jangka panjang, transisi energi akan memengaruhi permintaan terhadap batubara dan minyak mentah. “Harga batubara kemungkinan akan terus menghadapi tekanan struktural,” tambah Wahyu.

Selain itu, kebijakan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, sebagai importir energi terbesar, akan sangat menentukan tren harga jangka panjang. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Wahyu memproyeksikan harga minyak WTI akan berada di kisaran US$ 60–US$ 65 per barel hingga akhir tahun.

Untuk gas alam, ia memperkirakan harga akan berada di level US$ 3,50 per MMBtu. Sementara itu, harga batubara diperkirakan akan berada di kisaran US$ 95–US$ 105 per ton di akhir tahun.