
Rekam Jejak Irvian Bobby Mahendro dalam Kasus Pemerasan Sertifikat K3
Irvian Bobby Mahendro menjadi sosok yang menarik perhatian dalam kasus pemerasan terkait penerbitan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Ia merupakan orang pertama yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu malam, 20 Agustus 2025. Sebagai seorang ahli K3 dengan latar belakang pendidikan S1 Teknik Mesin dan S2 Manajemen, ia pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Pengawasan Norma Kelembagaan dan Keahlian K3 di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hingga akhirnya, ia dipercaya menjadi Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker dari tahun 2022 hingga 2025.
Dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, terjadi praktik pemerasan yang melibatkan berbagai pihak di lingkungan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Total uang yang dikumpulkan mencapai Rp81 miliar. Dari jumlah tersebut, Irvian Bobby Mahendro diduga menerima aliran uang terbesar, yaitu sebesar Rp69 miliar melalui perantara. Uang ini digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, seperti belanja, hiburan, pembelian mobil mewah, serta penyertaan modal pada tiga perusahaan terafiliasi PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Selain Irvian Bobby Mahendro, ada beberapa pihak lain yang juga menerima aliran dana. Misalnya, Gerry Aditya Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja, menerima uang sebesar Rp3 miliar antara tahun 2020 hingga 2025. Uang ini digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian kendaraan roda empat senilai Rp500 juta dan transfer kepada pihak lain sebesar Rp2,53 miliar. Subhan, Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3, diduga menerima aliran dana sebesar Rp3,5 miliar dari 80 perusahaan di bidang PJK3. Sementara itu, Anitasari Kusumawati (AK), Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja, menerima aliran dana sejumlah Rp5,5 miliar selama 2021-2024.
Modus Pemerasan dan Dampaknya
Modus yang digunakan dalam kasus ini adalah memperlambat atau mempersulit proses pengurusan sertifikasi K3 jika tidak membayar lebih. Meskipun tarif resmi sertifikasi K3 hanya sebesar Rp275.000, para pekerja atau buruh justru harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta. Biaya ini dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau upah minimum pekerja. Hal ini menunjukkan adanya praktik korupsi yang merugikan masyarakat, khususnya pekerja dan buruh.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di sektor ketenagakerjaan. Ia menegaskan bahwa pelayanan publik seharusnya mudah, cepat, dan murah, bukan justru merugikan pekerja. Dengan penanganan perkara ini, KPK berharap pelayanan publik benar-benar berpihak pada masyarakat, khususnya pekerja dan buruh, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan ekonomi nasional.
Daftar Tersangka dalam Kasus Ini
Sebelumnya, KPK menetapkan Immanuel Ebenezer sebagai tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan. Wamenaker ini ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring OTT KPK pada Rabu malam, 20 Agustus 2025. KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yaitu Irvian Bobby Mahendro (IBM), Gerry Aditya Herwanto Putra (GAH), Subhan (SB), Anitasari Kusumawati (AK), Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG), Fahrurozi (FRZ), Hery Sutanto (HS), Sekarsari Kartika Putri (SKP), Supriadi (SUP), Temurila (TEM), dan Miki Mahfud (MM).
Selain mengamankan para tersangka, KPK juga menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana ini. Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya masalah korupsi di sektor ketenagakerjaan dan pentingnya upaya pemberantasan korupsi untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!