
Kasus Korupsi Kuota Haji 2025: PT Muhibbah dan Tudingan Penipuan
PT Muhibbah kembali menjadi sorotan setelah terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2025. Pihak dari Ibnu Masud, pemilik perusahaan tersebut, memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan penipuan yang menyeret nama mereka. Melalui staf PT Muhibbah bernama Desrizal, pihak perusahaan membantah adanya praktik penipuan yang dituduhkan oleh Ustaz Khalid Basalamah.
Desrizal menegaskan bahwa PT Muhibbah selalu berpegang pada aturan resmi yang ditetapkan Kementerian Agama dalam hal pemberangkatan haji furoda. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak memahami tudingan penipuan yang dilontarkan oleh Ustaz Khalid Basalamah. Untuk itu, PT Muhibbah memilih menyerahkan seluruh proses hukum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat ini tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan kuota haji.
Penyelidikan KPK atas Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK saat ini masih terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji yang terjadi di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024. Skandal ini turut menyeret nama mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas atau yang akrab disapa Gus Yaqut.
Latar belakang kasus kuota haji mencakup sejumlah persoalan serius, mulai dari pembagian kuota yang tidak sesuai aturan hingga praktik jual beli kuota haji yang melibatkan biro travel swasta. Akibat penyimpangan tersebut, sebanyak 8.400 calon jemaah yang sudah menunggu hingga 14 tahun gagal berangkat ke Tanah Suci.
Dalam perkembangan penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pendakwah Ustaz Khalid Basalamah. Ustaz Khalid memenuhi panggilan penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (9/9/2025). Ia diperiksa selama hampir delapan jam untuk memberikan keterangan seputar dugaan korupsi kuota haji ini.
Awal Perjalanan Ustaz Khalid dengan PT Muhibbah
Ustaz Khalid menceritakan kronologi awal dirinya bisa ikut dimintai keterangan. Ia mengaku, setiap tahun berangkat menunaikan ibadah haji lewat jalur furoda. Haji Furoda adalah program haji yang diatur langsung oleh pemerintah Arab Saudi melalui undangan khusus yang diberikan kepada jamaah haji di luar kuota resmi yang diberikan kepada setiap negara.
Pada kurun tahun 2023-2024, Ustaz Khalid sudah mempersiapkan berbagai keperluan berangkat ke Tanah Suci. Bahkan ia sudah melakukan proses pembayaran. "Kita memang sudah berangkat setiap tahun dengan furoda," katanya.
Dalam masa menunggu keberangkatan, Ustaz Khalid didatangi Ibnu Masud, pemilik biro haji dan umrah bernama PT Muhibbah. PT Muhibbah sendiri beralamat di Kota Pekanbaru, Riau. Ibnu Masud menawarkan agar Ustaz Khalid beserta jemaahnya berangkat menggunakan jasa PT Muhibbah. Dia menerima tawaran tersebut karena Ibnu Masud menyakinkan kuota dari PT Muhibbah adalah resmi.
"Nah, Ibnu Mas’ud ini dari PT Muhibbah datang menawarkan untuk menggunakan visa ini (kuota khusus) dengan mengatakan itu adalah visa resmi. Kuota resmi,” ujar dia. "Karena dibahasakan resmi dari Kemenag, kami terima gitu, dan saya terdaftar sebagai jemaah di PT Muhibbah," tambah Ustaz Khalid.
Ustaz Khalid Menegaskan sebagai Korban
Singkat cerita, Ustaz Khalid bersama 122 jemaahnya berangkat haji lewat PT Muhibbah. Selama di Tanah Suci, mereka diperlakukan sebagaimana jemaah haji furoda. "Fasilitas ya seperti furoda, bukan (seperti haji reguler), langsung ke VIP karena pakai (haji) khusus tadi," bebernya.
Namun siapa sangka, tawaran tersebut berujung Ustaz Khalid diperiksa KPK atas kasus dugaan kuota haji. Ustaz Khalid menegaskan, dirinya hanyalah korban dari PT Muhibbah. "Saya kan sebagai jemaah di PT Muhibbah, punyanya Ibnu Masud. Jadi, posisi kami ini sebenarnya korban dari PT Muhibbah yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud," tegasnya.
Niat Jahat dalam Pembagian Kuota Haji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya niat jahat atau mens rea dalam kasus dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Pembagian kuota yang tidak sesuai aturan dengan persentase 50:50 antara haji reguler dan haji khusus ini diduga diawali oleh sebuah pertemuan rahasia antara pihak asosiasi haji dengan oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang dibagi rata menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus bukanlah keputusan yang diambil secara tiba-tiba. Menurutnya, ada persekongkolan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut.
"Setelah kita susuri, ada niat jahatnya. Jadi tidak hanya pembagian ini dilakukan begitu saja, tetapi pembagian menjadi 50 persen, 50 persen atau 10 ribu, 10 ribu, itu karena memang ada sejak awal ada komunikasi antara para pihak," ujar Asep dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).
Komunikasi tersebut, lanjut Asep, terjadi antara pihak asosiasi dengan oknum di Kementerian Agama. Hasil dari pertemuan itulah yang kemudian melahirkan persentase pembagian 50:50, sebuah angka yang menyimpang dari Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Berdasarkan peraturan, kuota haji khusus seharusnya hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional. Lebih jauh, KPK menemukan adanya aliran dana dari pihak perusahaan travel haji kepada oknum-oknum di Kemenag sebagai imbalan dari pembagian kuota yang tidak proporsional ini.
"Lebih jauh lagi kemudian ada uang yang mengalir dari pihak travel ini ke pihak oknum-oknum yang tadi di Kementerian Agama," tegas Asep.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, meskipun KPK belum secara resmi mengumumkan nama para tersangka. Sejumlah pihak telah diperiksa untuk mendalami kasus ini, termasuk mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK telah melakukan penyitaan terhadap dua unit rumah di Jakarta Selatan senilai total Rp2,6 miliar. Aset tersebut diduga kuat dibeli menggunakan uang suap atau fee dari alokasi kuota haji.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK juga telah mengambil langkah pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz, dan pimpinan perusahaan travel haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan ini dilakukan untuk memastikan ketiganya berada di Indonesia saat keterangan mereka dibutuhkan oleh penyidik.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!