
Peresmian Tugu Keadilan Ekologis di Sumba Timur
Di tengah semangat untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, sebuah acara penting digelar di Waingapu, Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Acara ini bertajuk "Deklarasi Hari Keadilan Ekologis Sedunia" dan juga meresmikan Tugu Keadilan Ekologis. Acara ini diselenggarakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dari berbagai latar belakang.
Acara ini menarik perhatian karena menggabungkan elemen budaya dan adat dari empat kabupaten di Pulau Sumba. Selain itu, ada karnaval yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat sipil, pemerintah daerah, komunitas pecinta lingkungan serta siswa-siswi. Karnaval tersebut juga menampilkan puluhan warga yang menunggangi kuda, yang dikenal sebagai kuda sandelwood.
Hadirin yang Terlibat dalam Acara
Beberapa tokoh penting hadir dalam acara ini. Mereka antara lain tiga anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari NTT, yaitu Abraham Paul Liyanto, Hilda Manafa, dan Angelius Kako Wako. Selain itu, turut hadir anggota DPD RI dari Provinsi Bangka Belitung, Ustaz Zuhri M Zyasali. Bupati Sumba Barat Daya Ibu Ratu Wulla, Wakil Bupati Sumba Timur Yonathan Hani, serta perwakilan pejabat dari Sumba Tengah dan Sumba Barat juga turut hadir.
Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi dan ratusan aktivis Walhi dari seluruh Indonesia serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Sumba Timur juga ikut memeriahkan acara ini. Di sela-sela acara, Sultan Baktiar Najamudin bersama beberapa tokoh lainnya juga melakukan penanaman anakan pohon cendana yang hampir punah.
Pesan Penting dari Sultan Baktiar Najamudin
Dalam pidatonya, Sultan Baktiar Najamudin menyampaikan refleksi dan harapan terkait peresmian Tugu Keadilan Ekologis dan peringatan Hari Keadilan Ekologis Lingkungan Sedunia tahun 2025. Ia menyampaikan pesan bahwa bumi sedang mengalami tekanan ekologis yang serius, termasuk deforestasi, pencemaran air dan udara, serta krisis pangan dan energi.
Sultan menekankan bahwa keadilan ekologis bukan hanya tentang mencintai alam, tetapi juga tentang hak dan kewajiban. Hak sungai untuk mengalir tanpa racun, hak hutan untuk tumbuh tanpa dibakar, dan hak setiap makhluk untuk hidup dalam keseimbangan yang adil.
Ia juga menyatakan bahwa DPD RI akan terus memperjuangkan aspirasi rakyat dari seluruh daerah dalam kebijakan negara. DPD RI telah mengusulkan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat sebagai RUU Prioritas kepada DPR RI pada 9 September 2025.
Visi Masa Depan yang Berkelanjutan
Dalam bukunya Green Democracy, Sultan menekankan pentingnya pembangunan masa depan yang berlandaskan kebijakan hijau (green policy), termasuk ekonomi hijau (green economy). Artinya, ekonomi harus tumbuh dengan tetap menjaga kelestarian alam, memperkuat kesejahteraan rakyat, dan menyiapkan masa depan generasi mendatang.
Ia juga menyatakan bahwa demokrasi kita harus menjadi green democracy: demokrasi yang mendengarkan suara rakyat sekaligus suara alam yang harus dijaga. Demokrasi yang pro growth, pro poor, pro youth, dan pro ecology.
Kesimpulan
Akhirnya, Sultan mengajak semua hadirin untuk menjadikan 20 September bukan hanya peringatan, melainkan pengingat bahwa bumi adalah titipan dan generasi mendatang berhak atas bumi yang lebih layak dari yang kita tempati hari ini.
Ia berharap Sumba menjadi contoh bahwa pulau yang dahulu keras oleh sabana bisa lembut oleh tangan manusia yang bijak. Masyarakat adat bukan warisan masa lalu, tapi jembatan menuju masa depan. Menjaga bumi bukan pekerjaan satu orang atau satu dua organisasi, tetapi simfoni banyak jiwa. Mari kita satukan langkah, agar bumi tidak hanya dikenang dalam puisi, tetapi tetap hidup dalam realita.
Sumba adil bagi alam, alam adil bagi manusia. Di situlah letak keadilan sejati.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!