
Kehidupan Petani di Tengah Musim Kemarau
Di tengah terik matahari yang menyengat, petani Asmuddin berada di sawahnya di Kecamatan Sendana, Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Lahan pertanian yang ia kelola adalah sawah tadah hujan, yang tidak memiliki sistem irigasi permanen. Di musim kemarau, kekeringan menjadi ancaman besar yang selalu menghantui para petani.
Asmuddin mengaku bahwa setiap kali musim kemarau tiba, ia harus melakukan upaya ekstra untuk menjaga kelembapan tanah. Ia menggunakan mesin pompa kecil yang dimilikinya untuk mengambil air dari sumber terdekat dan mengalirkannya ke sawah. Proses ini memakan waktu hingga satu hari penuh dan malam hari. Meski begitu, ia tetap bersyukur karena memiliki alat tersebut. Namun, masalah lain yang sering muncul adalah kebutuhan bahan bakar.
Menurut aturan, penggunaan jeriken untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) tidak diperbolehkan di SPBU. Oleh karena itu, Asmuddin harus mengisi bensin terlebih dahulu ke tangki motor, lalu menyalurkannya kembali ke mesin pompa. Langkah ini memakan waktu dan tenaga tambahan.
Tantangan yang Dihadapi Petani
Di sekitar lahan Asmuddin, banyak petani lain juga menghadapi tantangan serupa. Beberapa dari mereka meminjam pompa dari tetangga, sementara yang lain bergotong royong mengalirkan air secara bergantian. Namun, tidak semua petani memiliki akses seperti itu. Bagi mereka yang tidak memiliki mesin pompa, harapan utama hanya pada turunnya hujan. Risiko gagal panen pun semakin tinggi.
“Kalau tidak ada pompa, ya sudah, padinya bisa rusak. Apalagi irigasi tidak ada di sini, semua tadah hujan,” ujar Asmuddin. Ia menyadari bahwa kondisi ini sangat rentan terhadap perubahan iklim.
Harapan kepada Pemerintah
Dalam situasi seperti ini, para petani berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah. Mereka ingin sistem irigasi yang dapat menjangkau sawah tadah hujan agar tidak terus bergantung pada curah hujan musiman. Selain itu, akses bahan bakar yang lebih mudah juga menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa pasokan energi untuk mengoperasikan pompa, upaya petani menjaga sawah tetap produktif tidak akan bertahan lama.
“Kami cuma berharap ada irigasi, atau ada bantuan pompa air. Supaya kalau kemarau panjang, kami tidak terlalu susah,” imbuh Asmuddin.
Respons Pemerintah
Kepala Dinas Pertanian Kota Palopo, Muh Ibnu Hasyim, mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan penyuluh pertanian setempat untuk memverifikasi lahan yang terdampak kekeringan. “Nanti kami cek melalui penyuluhnya. Kita upayakan sarana yang bisa dipinjam pakai dari kelompok lain berupa pompa air,” ujarnya. Ia juga mengimbau petani segera melaporkan kendala yang dihadapi, agar pemerintah bisa menindaklanjuti dengan cepat.
Data dan Kondisi Sawah
Data BPS Palopo tahun 2024 mencatat bahwa luas sawah di Kecamatan Sendana mencapai 295 hektare. Dari jumlah itu, hanya 15 hektare yang tadah hujan, sementara sisanya telah beririgasi. Artinya, sebagian besar lahan petani tergolong rentan jika musim kemarau berkepanjangan.
Musim kemarau tahun ini menjadi ujian berat bagi petani di Kecamatan Sendana. Namun di balik segala keterbatasan, mereka tetap berupaya menjaga sawah dan mengamankan panen. Di sawah yang retak-retak itu, suara mesin pompa seakan menjadi penanda keteguhan petani. Mereka sadar, musim kemarau tak bisa dilawan. Tetapi dengan kerja keras dan sedikit harapan, padi yang ditanam bisa tetap tumbuh, menunggu datangnya hujan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!