Pemerintah Dianggap Gagal Pahami Pesan Bung Hatta tentang Rumah Rakyat

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Perumahan Rakyat di Indonesia: Tantangan dan Kebijakan yang Berubah

Perumahan rakyat di Indonesia terus menjadi isu penting yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, visi Bapak Perumahan Nasional, Mohammad Hatta atau Bung Hatta, tampaknya semakin jauh dari realitas yang terjadi. Ahli Tata Kota dan Permukiman, Jehansyah Siregar, menyatakan bahwa penyediaan perumahan oleh pemerintah pada usia ke-80 Indonesia merdeka justru semakin menjauh dari harapan awal Bung Hatta.

Dalam pidatonya pada Kongres Perumahan Rakyat tahun 1950, Bung Hatta bermimpi bahwa seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2000 akan hidup sejahtera dan tinggal di rumah layak huni dalam lingkungan permukiman yang baik dan sehat. Sayangnya, kenyataannya berbeda. Setiap masa pemerintahan berganti, jumlah masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh semakin meningkat, jauh dari kondisi layak dan sejahtera. Pemerintah dinilai gagal menangkap pesan Bung Hatta dengan baik.

Perubahan Nomenklatur dan Konsep Perumahan

Salah satu indikasi perubahan konsep perumahan adalah perubahan nomenklatur. Dulu, istilah "perumahan rakyat" digunakan untuk menggambarkan program yang fokus pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Saat ini, istilah tersebut telah bergeser menjadi "perumahan dan kawasan permukiman", sesuai dengan nama kementerian yang mengelola sektor ini.

Konsep perumahan juga berubah. Awalnya, perumahan rakyat bertujuan untuk memberdayakan peran negara dalam mengelola sumber daya kunci seperti tanah dan prasarana. Namun, kini kebijakan cenderung liberal, dengan menyerahkan tanggung jawab merumahkan rakyat kepada bisnis properti. Ini membuat sistem perumahan yang dicanangkan Bung Hatta tidak berkembang sesuai harapan.

Bung Hatta, yang telah melihat berbagai sistem negara kesejahteraan di Eropa, menekankan perlunya pengembangan sistem perumahan yang membutuhkan waktu lama. Sistem seperti public housing, self help housing, dan social housing semua membutuhkan pendekatan jangka panjang. Sayangnya, pemerintah belum berhasil membangun sistem tersebut secara efektif.

Program 3 Juta Rumah: Tantangan dan Kritik

Program ambisius bertajuk "3 Juta Rumah" bertujuan untuk membangun dan merenovasi 3 juta unit per tahun. Namun, hingga saat ini, program ini masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengakui bahwa progres program ini sangat lambat. Bahkan, ia meminta maaf atas ketidakmampuan kementerian dalam mencapai target yang ditetapkan.

Menurut Fahri, selama 10 bulan terakhir, Kementerian PKP lebih fokus pada aktivitas di luar Key Performance Indicator (KPI), seperti CSR dan FLPP. Ia menegaskan bahwa kementerian harus kembali fokus pada tugas utamanya, seperti Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), subsidi melalui tanah, dan penataan kawasan.

Inisiatif Lain dalam Penyediaan Perumahan

Selain program 3 Juta Rumah, pemerintah juga berencana memanfaatkan lahan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pembangunan perumahan. Contohnya, lahan seluas 3,7 hektar di Jalan Boulevard Palem Raya, Tangerang, yang sudah bersih dan siap digunakan. Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rio Silaban, menyatakan bahwa lahan tersebut bernilai Rp 459 miliar dan bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah tapak atau rusun.

Selain itu, pemerintah juga menggandeng perusahaan besar untuk Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bidang perumahan. Beberapa perusahaan seperti Sugianto Kusuma, Grup Adaro, dan PT Berau Coal Energy Tbk telah membangun ribuan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Yayasan Buddha Tzu Chi juga ikut serta dalam renovasi rumah, sementara Kadin Indonesia merenovasi 500 unit rumah tidak layak huni.

Perubahan Aturan Luas Minimal Rumah Subsidi

Beberapa waktu lalu, wacana mengubah aturan luas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi menuai kritik dari masyarakat. Menteri PKP, Maruarar Sirait, mengatakan bahwa ide tersebut hanya sebagai uji coba respons publik. Setelah mendapat banyak masukan, ia akhirnya mencabut rencana tersebut dan memohon maaf secara terbuka.

Selain itu, Kementerian PKP juga mengubah batas maksimal gaji MBR untuk membeli rumah subsidi. Peraturan baru ini bertujuan untuk memperluas penerima manfaat, sehingga masyarakat berpenghasilan menengah juga bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan perumahan. Zona dan batas gaji disesuaikan berdasarkan wilayah, dengan kisaran mulai dari Rp 8,5 juta hingga Rp 14 juta.