Kualitas Listrik Tidak Merata, RI Alami Pemadaman 5 Jam Tahunan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kelistrikan Nasional Menghadapi Tantangan Kualitas Layanan

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan bahwa meskipun akses listrik telah mencapai hampir seluruh masyarakat Indonesia, kualitas layanan masih menjadi tantangan yang perlu diperhatikan. Saat ini, sebanyak 99,83% penduduk Indonesia sudah memiliki akses listrik, sebuah pencapaian besar bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Namun, di balik angka tersebut, masyarakat masih mengalami pemadaman listrik rata-rata lebih dari lima jam setiap tahunnya.

“Kualitas listrik kita masih belum merata. Rumah tangga masih mengalami pemadaman lebih dari lima jam per tahun. Produktivitas listrik juga tetap rendah, hanya menyumbang kurang dari 2% pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar AHY dalam PYC International Energy Conference (IEC) 2025, Sabtu (23/8).

Transisi Energi Menuju Emisi Nol Bersih

AHY menekankan bahwa transisi energi menuju emisi nol bersih pada 2060, atau lebih cepat, membutuhkan biaya yang sangat besar. Pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi untuk transisi energi bisa mencapai lebih dari US$ 1 triliun atau sekitar Rp 1,63 kuadriliun dalam 30 tahun ke depan. Skala yang besar ini, menurut AHY, jika tidak ditindaklanjuti akan berdampak jauh lebih besar.

Selain itu, subsidi energi yang menembus Rp6,7 triliun pada 2023 dinilai telah memberatkan anggaran negara. Oleh karena itu, diperlukan strategi baru dalam pembiayaan transisi energi.

Membuat Arsitektur Keuangan Baru

Untuk menjawab tantangan tersebut, AHY menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan dukungan dari sektor swasta, lembaga keuangan pembangunan, serta investor melalui mekanisme pembiayaan inovatif. Beberapa instrumen yang diusulkan antara lain blended finance, jaminan kredit, viability gap funding, hingga penerbitan obligasi hijau.

Menurut AHY, kerangka kerja keuangan yang transparan dan disiplin diperlukan untuk mengurangi risiko investasi dan meningkatkan daya tarik proyek hijau. “Singkatnya, kita butuh arsitektur keuangan baru yang mampu mengubah ambisi iklim menjadi kenyataan yang dapat diinvestasikan,” jelas AHY.

Transisi Energi sebagai Kebutuhan Ekonomi, Sosial, dan Geopolitik

Lebih lanjut, AHY menyatakan bahwa transisi energi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan ekonomi, sosial, sekaligus geopolitik. Pemerintah telah menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya di sektor infrastruktur dan investasi publik.

Dalam konteks ini, pentingnya kolaborasi lintas sektor menjadi kunci sukses. Pemerintah perlu membangun kemitraan yang kuat dengan pelaku bisnis, institusi keuangan, dan investor untuk mendorong pengembangan sumber daya energi terbarukan dan memastikan ketersediaan listrik yang stabil dan berkelanjutan.

Dengan langkah-langkah strategis dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat menjawab tantangan kelistrikan nasional dan memperkuat fondasi pembangunan berkelanjutan di masa depan.