
Kematian Aktivis Lingkungan di Flores Mengundang Pertanyaan
Seorang aktivis lingkungan yang juga seorang guru di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditemukan tewas dalam kondisi yang mencurigakan. Jasadnya ditemukan dengan leher terikat dan kaki menyentuh lantai, menjadikan kasus ini menjadi perhatian masyarakat luas.
Vian Ruma, yang akrab dipanggil Vian, berusia 30 tahun. Ia ditemukan meninggal dunia di sebuah pondok kebun milik warga di Desa Tonggo, Nangaroro, pada Jumat (5/9/2025). Lokasi penemuan jenazah berada dekat pantai dan sering digunakan oleh pemiliknya untuk beristirahat saat berkunjung ke makam keluarga. Menurut informasi awal, jasad korban sudah diperkirakan tidak lebih dari tiga hari.
Setelah ditemukan, tubuh Vian langsung dievakuasi ke Puskesmas Nangaroro. Di sekitar lokasi kejadian, polisi menemukan beberapa barang yang diduga milik korban, seperti tas hitam, ponsel, kantong plastik biru, sepasang sepatu, serta helm hitam. Selain itu, ada kendaraan bermotor Honda CRV yang juga diduga milik Vian.
Kapolsek Nangaroro, Iptu Juliardi Sinambela, membenarkan adanya penemuan jenazah tersebut. Ia mengatakan bahwa hasil pemeriksaan awal hanya menunjukkan barang-barang yang telah ditemukan sebelumnya. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai penyebab kematian Vian.
Dokter Lita, yang melakukan pemeriksaan awal terhadap jenazah, enggan memberikan detail lebih lanjut tentang kondisi korban. Ia menyatakan bahwa hasil pemeriksaan sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
Vian Ruma dikenal sebagai sosok yang aktif dalam aktivitas lingkungan. Ia secara vokal menolak proyek energi panas bumi, termasuk pembangunan PLTP di wilayah Nagekeo. Melalui akun media sosial pribadinya, ia sering menyuarakan pentingnya menjaga kelestarian alam. Unggahan terakhirnya menunjukkan foto bersama rekan-rekannya saat melakukan kampanye penolakan proyek geotermal.
Berita kematian Vian Ruma mendapat banyak respons dari warganet. Akun Instagram pribadinya dipenuhi dengan ucapan belasungkawa dan dukungan dari masyarakat luas.
Sebagai guru PPPK sejak 2020, Vian dikenal baik dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda masalah. Kepala Sekolah SMPN 1 Nangaroro, Edith Ana Oko Pawe, menyatakan bahwa Vian adalah guru yang baik dan tidak memiliki masalah dengan rekan atau lingkungan sekolah.
Proyek Geotermal di Flores
Pulau Flores ditetapkan sebagai "Geothermal Island" oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2017. Dengan potensi panas bumi mencapai 800 MW, proyek pertama yang dikembangkan adalah di wilayah Waisano. Pendanaan proyek ini berasal dari Geothermal Fund, gabungan antara hibah Bank Dunia dan APBN dengan total dana Rp 3 triliun.
Selain Waisano, proyek panas bumi juga mencakup PLTP Mataloko dan Sokoria. Namun, penolakan terhadap proyek ini terus bergema, terutama dari komunitas lokal dan tokoh agama.
Penolakan Terhadap Proyek Geotermal
Keuskupan Ende, melalui Uskup Agung Mgr. Paul Budi Kleden, menyatakan penolakan terhadap pembangunan proyek geotermal di wilayah mereka. Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya suara masyarakat dalam menolak proyek yang dinilai berisiko merusak lingkungan dan memengaruhi kehidupan sosial warga.
Penolakan ini terus berlangsung hingga tahun 2025, menunjukkan ketidakpuasan terhadap pengembangan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!